Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan transisi energi memiliki peranan penting dalam memitigasi perubahan iklim.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK Yulia Suryanti mengatakan, Indonesia telah menetapkan Peningkatan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (E-NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), dengan salah satu sektor penunjang yakni penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
"Dalam dokumen E-NDC kita juga merekognisi peran energi terbarukan, minyak, gas, dan batu bara, hanya memang kuantitasnya semakin sedikit atau berkurang," katanya dalam acara Memitigasi Perubahan Iklim yang disiarkan secara daring di Jakarta, Selasa.
Adapun penggunaan EBT di tahun 2025 ditargetkan meningkat menjadi 23 persen, serta naik kembali menjadi 31 persen di tahun 2050.
Baca juga: Indonesia ajak delegasi AIS atasi perubahan iklim
Yulia menjelaskan setidaknya ada tiga strategi untuk mencapai pengurangan GRK sebanyak 31,89 persen pada 2030 tanpa bantuan negara lain.
Pertama dengan menurunkan emisi karbon di sektor energi dapat menggunakan cara memanfaatkan energi biomassa. Kedua penggunaan bahan bakar rendah emisi seperti konversi koresine ke LPG, dan ketiga efisiensi energi dengan menggunakan kendaraan listrik.
Selain itu ia mengatakan dalam strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim (LTS-LCCR) tahun 2050, skenario penurunan karbon yang sesuai dengan Perjanjian Paris (perjanjian dunia untuk melawan perubahan iklim) dapat memenuhi target tertinggi, apabila penyerapan karbon bersih lebih besar dari karbon dioksida yang dihasilkan (FOLU net sink).
Pemenuhan FOLU net sink juga perlu dilakukan bersamaan dengan upaya transisi energi.
"Keseluruhan skenario ini untuk mencapai netral karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat," ujarnya dalam pemaparan.
Baca juga: BMKG: Bumi makin panas, transisi energi hijau harus segera dilakukan
Baca juga: PLN tanamkan keutamaan kolaborasi hadapi tantangan transisi energi
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023