"Ini hanya bisa diberlakukan ketika UU Pemilu direvisi karena MK bukan fungsi legislasi, maka keputusan MK ini tidak bisa berlaku otomatis sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011," kata Junimart dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, dia mengatakan Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selaku penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) berkaitan dengan materi muatan "pernah atau sedang menjadi kepala daerah" sebelum UU Pemilu direvisi terlebih dahulu.
"Sebelum UU Pemilu diubah, siapa pun yang dimaksud dengan 'sedang atau pernah menjadi kepala daerah' selama usia belum mencapai 40 tahun tidak bisa didaftarkan ke KPU," ujarnya.
Sebab, kata dia, MK tidak memiliki fungsi legislasi sehingga apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum, meski bersifat final dan mengikat (final and binding).
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II: Putusan MK belum bisa jadi acuan
Baca juga: Pakar hukum: MK telah menempatkan diri sebagai legislatif
"Karena MK tidak memiliki fungsi legislasi maka apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum. DPR dan bersama Pemerintah harus melakukan revisi UU Pemilu Presiden terlebih dahulu dengan memasukkan klausul 'pernah atau sedang menjabat kepala daerah'," tuturnya.
Junimart juga menilai MK telah menempatkan diri sebagai legislatif dalam memutus perkara uji materi UU Pemilu terkait syarat dan batas usia capres dan cawapres.
"Itu kan maunya mereka (MK memberlakukan putusan terkait pada Pemilu 2024), sesuai hukum MK sudah melakukan fungsi legislasi yang bukan kewenangan-nya. Pembuat UU adalah DPR bersama Pemerintah, bukan MK," ujarnya.
Menurut dia, MK hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
"Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok UU yang sedang diuji, yakni ketentuan baru 'pernah atau sedang menjawab sebagai kepala daerah', maka itu mahkamah telah melampaui kewenangan-nya atau ultra petita," kata dia.
Sebelumnya, Senin (16/10), Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Baca juga: Yusril: Putusan MK problematik dan terjadi penyelundupan hukum
Baca juga: Pengamat: Putusan MK jadi "karpet merah" Gibran maju Pilpres 2024
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023