Jakarta, (ANTARA News) - Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Zurich di Jakarta, Selasa (11/7) menandatangi nota kesepahaman (MoU) tentang kerja sama riset untuk mengidentifikasi asal mula dari suatu primata untuk membantu gerakan pelestarian hewan tersebut.
Dengan kerja sama ini, laboratorium di IPB akan dilengkapi alat-alat mutakhir dalam tata genetika yang bermanfaat dalam menentukan asal mula dari suatu primata, kata Ahli Primatologi Duke University yang mewakili Zurich University, Profesor Carel van Schaik.
"Tujuan dari kerja sama itu antara lain dilatarbelakangi oleh banyaknya orangutan di Indonesia yang ditangkapi secara ilegal oleh manusia," katanya.
Menurut dia, setelah orangutan tersebut berhasil ditemukan pihak berwenang, biasanya tidak mudah bagi mereka untuk menentukan dari daerah mana orangutan itu berasal.
Karenanya alat-alat itu selain dapat menentukan daerah asal orangutan itu, juga dapat membantu menentukan bagaimana program yang paling baik dan benar untuk mengembalikan orangutan itu ke habitat asalnya, katanya.
"Proses pengembalian orangutan ke habitat asalnya bukanlah perkara yang mudah dan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh," kata Carel.
Dalam acara penandatanganan MoUd yang menjadi bagian dari rangkaian kegiatan simposium tentang primata itu, Kepala Pusat Studi Satwa Primata IPB DR. Drh. Joko Pamungkas, MSc. mengatakan, kerjasama itu membuktikan bahwa tanggung jawab konservasi primata tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, tetapi juga pihak terkait lainnya.
Berkenaan dengan kerjasama itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ir Adi Susmianto, MSc mengatakan, pemerintah selalu menyambut baik kerjasama yang bermanfaat yang dibuat lembaga-lembaga Indonesia dengan pihak luar.
Namun, dia berharap di masa mendatang Indonesia dapat lebih mandiri dalam membuat dan memperlengkapi fasilitas-fasilitas penelitian untuk menghilangkan kesan bahwa penelitian di Indonesia sangat tergantung pada pihak luar.
Basis data
Selain itu, Adi juga menyinggung tentang perlunya basis data yang mengumpulkan berbagai hasil penelitian tentang primata yang masih tersebar di berbagai lembaga.
"Ini untuk mempermudah para pihak yang berkepentingan dalam pelestarian primata dalam mendapatkan data tersebut," katanya
Berbicara di hadapan puluhan pakar dan ahli primatologi, Adi mengemukakan, meskipun selama ini terdapat banyak penelitian tentang primata, masih terdapat ketidaksesuaian antara satu data dengan data lainnya.
Untuk mengharmonisasikan data yang beragam tersebut, Adi mengatakan, perlu dibuat suatu pangkalan data yang tidak melanggar undang-undang di Indonesia seperti penggunaan hak cipta penelitian.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primatologi Indonesia (APAPI) Dr. Noviar Andayani mengungkapkan bahwa sebenarnya APAPI sendiri telah menyiapkan basis data mengenai beragam penelitian tentang primata.
Basis data yang direncanakan akan tampil di Internet itu diharapkan dapat selesai sesegera mungkin sehingga para pihak yang berkepentingan bisa segera menggunakannya, kata Noviar.(*)
Copyright © ANTARA 2006