Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Harimat Hendarwan menyampaikan risiko kematian yang akan dihadapi oleh penderita yang terinfeksi yakni sebesar 0,1-10 persen.
"Karena kalau dari saya liat referensi itu 0,1-10 persen fatality rate (tingkat kematian)," ujar dia saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan kelompok yang rentan mengalami gejala serius akibat penyakit tersebut yakni anak-anak, ibu hamil, serta orang-orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah.
Baca juga: PDHI: Penyebaran cacat monyet bukan lagi dari hewan ke manusia
Ia mengatakan masa inkubasi yang akan dilewati penderita sebelum mengalami gejala infeksi yakni selama 1-21 hari dengan gejala yang akan muncul, yaitu ruam pada kulit, demam, nyeri otot, nyeri menelan, serta pembengkakan pada kelenjar getah bening.
Ia menyampaikan tidak ada perlakuan khusus dalam mengobati penyakit ini, metode pengobatan yang dilakukan berupa bantuan untuk memperkuat daya tahan tubuh serta meredakan nyeri akibat infeksi.
"Kalau secara umum pengobatannya biasanya untuk 'pain'-nya (nyeri) saja dan juga supporting (memperkuat) daya tahan tubuh," katanya
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengkonfirmasi kasus cacar monyet di DKI Jakarta yang dilaporkan pada 14 Oktober lalu. Penyebab penyakit tersebut, akibat infeksi virus anggota genus Orthopoxvirus, serta famili poxviridae.
Baca juga: Epidemiolog UI nilai cacar monyet hanya berpotensi jadi epidemi lokal
Baca juga: Cegah penularan cacar monyet dengan PHBS
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023