"Situasi di Gaza semakin tidak terkendali. Setiap detik kami menunggu bantuan medis masuk, banyak yang meninggal," tulis Tedros Adhanom Ghebreyesus di akun media sosial X.
Sembari mengatakan bahwa pasokan WHO tertahan di perbatasan selama empat hari, dia menekankan pentingnya "akses segera" untuk mulai mengirimkan pasokan untuk menyelamatkan nyawa orang-orang.
"Kami ingin semua aksi kekerasan di semua pihak diakhiri," kata Tedros.
Lebih dari 500 orang tewas dalam serangan udara Israel di Rumah Sakit Al-Ahli Baptist pada Selasa (17/10), menurut para pejabat Palestina di daerah kantong yang terkepung itu.
Namun, Israel menolak bertanggung jawab atas serangan udara tersebut.
Konflik pecah pada 7 Oktober ketika Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al Aqsa, yaitu serangan mendadak yang meliputi serangkaian peluncuran roket dan penyusupan personel ke Israel melalui jalur darat, laut dan udara.
Serangan itu disebutkan merupakan balasan atas penyerbuan ke Masjid Al Aqsa dan meningkatnya aksi kekerasan yang dilakukan para pemukim Israel.
Militer Israel kemudian meluncurkan Operasi Pedang Besi ke fasilitas-fasilitas milik Hamas di Jalur Gaza.
Di tengah kecaman dari seluruh dunia, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan segera" guna meringankan "penderitaan luar biasa yang dialami para korban."
Sedikitnya 3.300 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza, sementara lebih dari 1.400 orang di Israel juga tewas.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Rusia desak Dewan Keamanan PBB kutuk serangan Israel di RS Gaza
Baca juga: Irlandia: Serangan RS Gaza harus diselidiki sebagai kejahatan perang
Israel masih kepung, satu juta warga Palestina di Gaza telantar
Pewarta: Katriana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023