Guru Besar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Cacar Monyet atau Mpox perlu diwaspadai, meski bukan lagi berstatus kedaruratan kesehatan global.Walaupun bukan lagi berstatus kedaruratan global, maka tentu kita tetap perlu waspada terhadap Cacar Monyet, sama seperti kita waspada terhadap berbagai penyakit menular lainnya
"Walaupun bukan lagi berstatus kedaruratan global, maka tentu kita tetap perlu waspada terhadap Cacar Monyet, sama seperti kita waspada terhadap berbagai penyakit menular lainnya," kata Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Senin.
Tjandra yang juga mantan Dirjen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengatakan Cacar Monyet adalah penyakit virus dari genus Orthopoxvirus yang terdiri atas galur (clade) I dan II.
Cacar Monyet pernah dinyatakan sebagai kedaruratan kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada 23 Juli 2022. Setelah hampir satu tahun penanganan intensif di dunia, kata Tjandra, maka per 11 Mei 2023 Cacar Monyet dinyatakan bukan lagi PHEIC, alias situasi darurat telah dinyatakan berakhir.
Data terbaru dari WHO per 20 Oktober 2023 melaporkan di dunia sudah ada 91.123 kasus Cacar Monyet yang tersebar di 115 negara. "Yang sekarang banyak beredar di dunia adalah Clade IIb," katanya.
Baca juga: Pakar: WHO belum kategorikan Cacar Monyet berpotensi menyebar luas
Ia mengatakan gejala umum penderita Cacar Monyet adalah kelainan di kulit dan mukosa yang dapat terjadi 2-4 pekan, diikuti dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, badan lemah, dan pembesaran kelenjar getah bening.
"Penularan terjadi akibat kontak langsung, baik dari orang yang sakit maupun juga dari bahan yang terkontaminasi dan mungkin juga dari binatang. Jadi ini penyakit zoonosis," kata Tjandra.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan saat ini ada sedikitnya tujuh kasus Cacar Monyet di Jakarta dengan rentang usia pasien berkisar 25 sampai 35 tahun.
"Akan baik kalau tujuh kasus di Jakarta disampaikan juga pola penularannya sehingga mereka bisa terkena penyakit ini, dan bagaimana Penyelidikan Epidemiolgi (PE) selanjutnya," ujar Tjandra.
Ia mengatakan Cacar Monyet bisa dipastikan melalui diagnosis PCR pada kelainan di kulit pasien.
Baca juga: Kemenkes: Ada 7 kasus aktif cacar monyet, seluruhnya di DKI Jakarta
"Vaksinasi dapat membantu mencegah terjadinya penularan, khususnya pada mereka yang termasuk kelompok risiko tinggi," katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan penelusuran kasus Cacar Monyet dilakukan melalui kontak erat dengan pasien.
Pemeriksaan terhadap warga yang bergejala dilakukan melalui swab orofaring (tenggorokan), swab kulit, swab anus, dan pemeriksaan darah.
"Akan tetapi bagi yang tidak bergejala dipantau setiap hari apakah ada gejala yang timbul. Jika muncul gejala akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut," katanya.
Baca juga: Pemprov DKI dan Kemenkes lakukan pencegahan cacar monyet
Baca juga: Dokter jelaskan perbedaan gejala cacar monyet, cacar air, dan campak
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023