"Kalau ada teman-teman semua, misalnya anak muda melihat cocoknya dengan kandidat muda, silakan. Tetapi, ada juga kemungkinan anak muda melihat, oh dia tua tapi programnya anak muda; ya, silakan saja," kata Hasanuddin dalam diskusi publik bertema "Pemilih Muda Pada Pemilu 2024" di Jakarta, Jumat.
Namun demikian, Hasanuddin menilai pemilih yang memilih calon presiden atau calon anggota legislatif hanya berdasarkan faktor kesamaan usia, gender, atau agama; maka mereka merupakan primitif.
"Apakah orang memilih berdasarkan faktor identitas itu masih ada? Ya, masih banyak," katanya.
Baca juga: Lakpesdam PBNU sebut lima isu yang menarik perhatian pemilih muda
Memilih calon pemimpin berdasarkan pertimbangan rasional, kata Hasanuddin, dapat membuat demokrasi berjalan lebih sehat.
Sehingga, dia mendorong masyarakat memilih pemimpin berdasarkan program, kebijakan, dan visi yang paling baik.
"Kalau ini (memilih berdasarkan faktor identitas) terus menerus, ya, pemilih kita bukan lagi pemilih yang cerdas dan demokrasi kita berhenti pada kondisi itu," jelasnya.
Persaingan dalam kontes politik, menurut Hasanuddin, sudah biasa terjadi. Sehingga, setiap kandidat peserta Pemilu 2024 bisa bersaing merebut suara pemilih muda.
Baca juga: PUSAD: 33 persen pemilih muda di Jatim tolak politik dinasti
Merujuk pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, tercatat 204.807.222 pemilih berhak memberikan suara pada Pemilu 2024.
Dari total seluruh pemegang hak suara tersebut, generasi milenial dan generasi Z menjadi kelompok pemilih yang mendominasi dalam Pemilu 2024.
KPU mencatat lebih dari 113 juta orang dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan kelompok generasi milenial dan generasi Z. Angka tersebut setara 56,45 persen dari total DPT.
Baca juga: Ganjar-Mahfud optimistis raih suara pemilih muda
Pewarta: Rina Nur Anggraini
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023