Betun, NTT, (ANTARA News) - Pemerintah provinsi NTT dinilai masih lemah dalam melakukan mitigasi bencana atau serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, padahal provinsi ini masuk dalam urutan keempat rawan bencana."Upaya pemerintah provinsi masih kurang kegiatan prabencana...
"Upaya pemerintah provinsi masih kurang kegiatan prabencana, mereka masih fokus pada kegiatan penanganan setelah bencana terjadi," kata Ketua Komisi Kesra DPRD NTT, Hendrik Rawambaku di, Betun, NTT, Kamis, di sela peninjauan program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) inklusi.
Kegiatan PRB inklusi dilakukan oleh tiga LSM yakni Plan Indonesia, Care dan Handicap yang didanai okleh Uni Eropa. Kegiatan ini digelar sembilan desa di NTT.
Daerah-daerah yang menjadi fokus kegiatan tersebut dikenal rawan bencana longsor, banjir dan angin ribut yang terjadi hampir setiap tahun. Bahkan ada sebuah desa yg selalu banjir setiap bulannya sejak 2010.
Untuk itu Hendrik meminta pemda mengubah cara berpikir dalam menangani bencana. Ia mengakui bahwa anggaran pemda memang terbatas namun melihat kondisi NTT yg rawan bencana maka sebaiknya upaya mitigasi diutamakan.
Untuk itu ia memandang upaya pelatihan yg dilakukan LSM untuk membantu mitigasi bencana sangat baik dan strategis.
Manajer Pengurangan Resiko Bencana Plan Indonesia, Amin Magatani, mengatakan PRB inklusi terutama ditujukan untuk mengurangi resiko bencana kelompok rentan yakni perempuan, anak-anak dan kelompok cacat.
Ia mengharapkan masyarakat yg telah dilatih, termasuk anak-anak dapat menyebarkan ilmu yg telah dilatih kepada masyarakat lainnya, karena tidak semua desa mendapat pelatihan. Sistem yg dikembangkan agar masyarakat tidak berpikir menyelamatkan dirinya masing-masing saat terjadi bencana.
Upaya PRB juga diharapkan lebih terencana sehingga jika ada bencana datang maka masyarakat sudah teroganisir dengan baik, seperti menentukan titik rawan, jalur evakuasi, titik kumpul dan juga mendirikan sekolah darurat.
Pada peninjauan program tersebut juga dilakukan simulasi PRB jika terjadi bencana yakni di SD GMIT, Desa Napi, Kabupaten Soe, untuk bencana longsor, dan di desa Umatoos, Kabupaten Malaka untuk bencana banjir. Program ini berjalan sejak September 2012 hingga Desember 2013.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2013