Pada musim semi, perusahaan itu masih memproyeksikan penjualan sebesar 5 miliar euro.
"Sebagai dampak dari persetujuan peraturan yang lebih lambat dari perkiraan dan dampaknya terhadap jadwal kampanye vaksinasi nasional, proyeksi penjualan telah bergeser ke periode mendatang," kata BioNTech dalam sebuah pernyataan.
Selain itu, tarif lebih dari 1 miliar euro yang ditanggung oleh mitranya asal Amerika Serikat, Pfizer, akan berdampak pada penjualan.
Dalam sembilan bulan pertama tahun ini, penjualan BioNTech merosot 82 persen dibandingkan tahun lalu menjadi 2,34 miliar euro, menurut perusahaan tersebut. Laba bersihnya bahkan anjlok hingga 93 persen menjadi hanya 472 juta euro.
Bahkan di antara pasien berusia di atas 60 tahun dan pasien berisiko tinggi lainnya yang direkomendasikan untuk mendapatkan suntikan vaksin booster, "masih ada ruang untuk perbaikan," kata Nicola Buhlinger-Goepfarth, ketua Asosiasi Dokter Umum Jerman.
Dengan dana hingga 2 miliar euro, BioNTech menginvestasikan sebagian besar pendapatan tahun ini pada penelitian dan pengembangan. Fokus perusahaan itu adalah pengembangan vaksin kanker berbasis mRNA, yang penelitiannya juga menjadi dasar vaksin COVID-19.
Jumlah infeksi COVID-19 di Jerman telah meningkat sejak awal musim gugur, namun hanya sejumlah kecil penduduk, kurang dari 16 persen, yang telah menerima suntikan booster dengan vaksin yang disesuaikan dengan varian virus, menurut angka terbaru dari Robert Koch Institute (RKI).
"Strategi kami fokus pada penyusunan beragam alat teknologi pelengkap guna memberikan terapi baru, yang bertujuan untuk meningkatkan standar perawatan bagi pasien kanker," kata CEO BioNTech Ugur Sahin.
Pewarta: Xinhua
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023