Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta konsisten dalam menjalankan cadangan pangan nasional guna mencukupi penyediaan pangan di seluruh wilayah baik untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi keadaan darurat.Kebijakan cadangan pangan tidak jalan, hanya janji-janji saja,"
"Kebijakan cadangan pangan tidak jalan, hanya janji-janji saja," kata Anggota Komisi VIII DPR RI Adang Ruchiatna Puradiredja dalam diskusi tentang pangan di Jakarta, Jumat.
Menurut Adang, indikasi dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan kebijakan cadangan pangan nasional adalah dengan dibukanya peran swasta dalam pengelolaan stok.
Hal itu, ujar dia, sebenarnya bertentangan dengan kebijakan baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah untuk menjaga stabilitas harga pangan aagr tetap terjangkau. "Sejarah mengajarkan, instabilitas harga pangan agar tetap terjangkau rakyat," tuturnya.
Ia mencontohkan, hampir setiap tahun pada bulan puasa, harga bahan pokok selalu melonjak dari biasanya.
Politisi PDIP itu mengingatkan, sejumlah harga bahan pokok seperti beras, telor ayam dan harga minyak kelapa curah mengalami kenaikan.
Adang berpendapat, potret tersebut menunjukkan kegagalan antisipatif dalam mencegah agar harga bahan pokok tidak naik secara "liar".
Sebelumnya, pemerintah diminta untuk memprioritaskan konsumsi pangan dalam negeri karena masih terdapat sejumlah komoditas yang dinilai masih lebih didahulukan untuk konsumsi warga luar negeri dibanding untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Pemerintah harus prioritaskan pemenuhan konsumsi pangan perikanan bergizi tinggi di dalam negeri," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim kepada Antara, Jumat (21/6).
Abdul Halim mencontohkan, Indonesia sebagai negara produsen tuna, ternyata banyak memenuhi beragam permintaan dari komoditas tersebut yang datang dari luar negeri.
Ia memaparkan, permintaan terbesar akan tuna Indonesia adalah dari Jepang sebanyak 36,84 persen, yang disusul secara berturut-turut oleh Amerika Serikat (20,45 persen) dan Uni Eropa (12,69 persen).
"Dengan produksi pada tahun 2011 yang mencapai 230.580 ton, menunjukkan lebih dari 60 persen produksi tuna di Indonesia dipasarkan di luar negeri," ucapnya.
Fenomena komoditas yang lebih banyak dipasarkan untuk pasar luar negeri umumnya, ujar dia, juga terjadi di komoditas lainnya yang bergizi tinggi sehingga pemerintah diminta untuk tegas.
(M040/C004)
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013