Palembang diusulkan jadi pusat kebudayaan ASEAN

21 Juli 2013 12:48 WIB

... Sriwijaya pada abad ke-7 wilayahnya meliputi banyak kawasan di ASEAN... "

Palembang (ANTARA News) - Berbekal tinggalan sejarah, Ketua Dewan Pembina Lembaga Indonesia Asa, Jenderal TNI (Purnawirawan) Djoko Santoso, mengusulkan Palembang diperjuangkan menjadi pusat kebudayaan ASEAN.

Dalil yang dia ajukan, wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya pada masa keemasannya juga melingkupi banyak wilayah yang kini menjadi negara-negara ASEAN. Begitu juga tentang kemampuan Sriwijaya menyatukan begitu luas wilayah itu. 

"Mengingat kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 wilayahnya meliputi banyak kawasan di ASEAN," kata Santoso saat bersilaturahim dengan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, di Keraton Kesultanan Palembang Darussalam, di Sekip, Palembang, Minggu (21/7).

Sultan Palembang menerima Santoso dan sejumlah pengurus organisasi massa itu, di rumah pribadinya yang dijadikan keraton itu. 

Menurut Santoso, banyak argumentasi yang bisa dikemukakan untuk menjadikan Palembang sebagai pusat kebudayaan ASEAN. Fakta-fakta sejarah yang ada mengenai pengaruh kebudayaan Melayu di negara-negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam bahkan sampai Filipina.

"Kita harus memperjuangkan itu. Pada abad ke-7 Sriwijaya membawa kejayaan bangsa, kejayaan muncul kembali pada abad ke-14 ketika masa Kerajaan Majapahit dan kini abad ke-21 bangsa Indonesia kembali akan memasuki kejayaannya kembali," kata Santoso.

Dalam kesempatan itu, Sultan Palembang menyampaikan harapan kepada Santoso yang bekas panglima TNI itu, membantu upaya kesultanan menguasai kembali Benteng Kuto Besak. 

Benteng Kuto Besak di tepi Sungai Musi itu kraton Kesultanan Palembang sampai akhirnya pemerintah kolonialis Belanda mengambilalih begitu saja pada 1825.

Benteng ini didirikan pada 1780 oleh Sultan Muhammad Bahauddin (ayah Sultan Mahmud Badaruddin II). Gagasan benteng ini dari Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) atau dikenal dengan Jayo Wikramo, yang mendirikan Keraton Kuta Lama pada 1737.

Pewarta: Edi Utama
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013