Ada juga kudapan pisang goreng srikaya, sotong pangkong, gado-gado mie dan sate kuah dan bubur teri.
Minumannya, ada air tahu dan sari kacang hijau.
Nia Kurnianingsih (40) yang sudah meninggalkan Kalbar selama 17 tahun mengaku selalu kangen dengan ongol-ongol isi kacang hijau, keladi goreng dan bubur teri. Sedangkan Dini Damayanti (41) saat dihubungi mengatakan selalu merindukan cai kwe dan pisang goreng srikaya.
Baik Nia maupun Dini, sudah belasan tahun tinggal di Jakarta. Mereka terkadang pulang ke Pontianak untuk ziarah ke makam orangtua atau menghadiri acara keluarga.
"Kalau ziarah ke makam bapak, selepas Lebaran dan saat itu `dipuas-puasin` mencicipi makanan khas Kalbar," kata Dini Damayanti, alumni SMAN III Pontianak itu.
Perantau lainnya, Sherlina Lahey (41) selalu rindu dengan makanan seperti bingka, air tahu, sari kacang hijau, sate kuah dan bakso PSP (lapangan sepakbola).
Kue bingka yang terbuat dari bahan telur dan sedikit mentega itu merupakan kue tradisional yang populer di kalangan wisatawan yang berkunjung ke Kalbar. Biasanya wisatawan atau tamu luar daerah membeli oleh-oleh kue tersebut.
Sedangkan air tahu, merupakan minuman berbahan dasar kacang kedelai. Air kedelai seperti minuman kemasan bermerk "soya" itu biasanya dicampur jahe parut dan air gula. Sehingga ketika diminum saat hangat dan dingin dengan es batu terasa segar di tenggorokan.
Menurut Sherlina Lahey yang akrab disapa Lena, air tahu kini juga sudah dijual di kawasan perbelanjaan di Jakarta seperti di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Di sekitar kawasan itu banyak bermukim warga asli Pontianak yang menjadi pedagang kudapan atau kue khas Kalbar.
"Tetapi rasanya berbeda kalau kita membeli di Pontianak langsung," kata Lena yang sudah menetap di Jakarta sekitar 3 tahun itu.
Ia menambahkan meski di tempat tinggalnya kini ada bakwan, tetapi jarang ditemukan bakwan seperti di tempat tinggalnya saat remaja dahulu.
"Bakwan Pontianak digoreng pakai sendok sayur dan ditambahkan udang. Kalau di Jakarta, bakwannya seperti rempekyek," katanya lagi sambil tertawa.
Menurut Lena, bakwan Pontianak enak dan sangat berbeda dengan tempat lainnya. "Bakwan Pontianak `is the best`," katanya.
Sementara Irma Veramini yang sejak tamat SMA pindah ke Tangerang, menyenangi gado-gado mie. Gado-gado itu juga khas Pontianak. Biasa dijumpai di warung gado-gado Jl Merapi, Kecamatan Pontianak Kota.
Seorang warga Pontianak, Harpandi Agusnardi Harahap mengatakan, semua makanan yang disebutkan itu sudah ada di tempat lain, tetapi cita rasa dan kenangannya yang membuat "rasa" itu berbeda dan bikin kangen atau rindu.
"Yang membedakan bukan rasa, tetapi nilai," kata pegawai Kantor Camat di Kabupaten Ketapang, Kalbar itu.
Lemang-lepat lau
Harpandi yang biasa disapa Ucok mengaku sangat suka makan lepat lau dan lemang. Kudapan itu bisa dimakan dengan "colekan" rendang daging atau pun serundeng (kelapa parut goreng berbumbu).
"Tiap puasa dan Lebaran selalu ada hidangan itu," kata Ucok yang selalu mudik ke rumah keluarga besarnya di Pontianak saat puasa Ramadhan.
Kudapan lemang dan lepat lau ini selalu muncul saat Ramadhan. Pedagang kue menjual keduanya di kawasan Pasar Sudirman, Jl Rahadi Oesman, atau di kios-kios "juadah" (kue) Ramadhan.
Seorang warga Kecamatan Sedau, Kota Singkawang, Nuraini (50) saat ditemui di Singkawang mengatakan, setiap puasa selalu menjual kudapan itu di sekitar Pasar Sudirman.
"Tiap puasa saya turun ke Pontianak untuk jual lemang dan lepat lau," kata warga Pontianak Timur yang sudah 10 tahun menetap di Sedau, Kota Singkawang itu.
Cara membuat lemang, yakni beras ketan yang sudah dicuci bersih dimasukan dalam bambu, kemudian ditambahkan santan kelapa yang sudah diberi garam secukupnya. Bambu yang berisi beras ketan dipukul-pukulkan ke alas papan sebelum dibakar di bawah bara api, supaya isinya padat.
Jika air santan berkurang saat proses memasak, harus ditambah terus hingga beras lembut dan lemang menjelang masak. Sedangkan lepat lau, beras ketan dimasak dalam wajan bersama santan yang sudah diberi garam secukupnya. Setelah lembut, ketan dibungkus dalam daun pisang dan disusun menjadi delapan bungkus dan diikat menggunakan tali rapia. Bungkusan ketan itu direbus selama 2-3 jam, hingga masak.
"Keduanya enak dimakan dengan rendang daging dan serondeng kelapa," kata ibu rumah tangga itu.
(N005)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013