Seperti dilaporkan CNet, Selasa, pembuat laporan mengatakan memperkirakan kerugian tahunan akibat serangan siber sungguh sulit karena beberapa perusahaan menyembunyikan kerugian mereka, sementara yang lain tidak tahu berapa kerugian atas pencurian akibat kasus itu.
Dalam laporan terbaru, McAfee dan CSIS, melihat kerugian dalam enam kategori: kerugian kekayaan intelektual, kejahatan siber, kerugian informasi bisnis, gangguan layanan, biaya penyelamatan jaringan, dan kehancuran reputasi dari perusahaan yang diretas.
"Kami menggunakan sejumlah analogi dimana biaya telah dihitung untuk memberikan gambaran tentang ruang lingkup masalah, memungkinkan kita mengatur batas-batas kasar--atas (langit-langit) dan bawah (lantai)--untuk kerugian aktivitas siber berbahaya, dengan membandingkan dengan kejatahan jenis lain dan kerugiannya," tulis laporan itu.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat, kecelakaan mobil telah menimbulkan kerugian negara 168 miliar dolar setahun, atau 0,7 persen hingga 1,2 persen dari produk domestik bruto.
Sebagai perbandingan, serangan siber merugikan AS 24 miliar dolar hingga 120 miliar dolar setahun, atau 0,2 persen hingga 0,8 persen dari PDB. Laporan juga menyebutkan hilangnya pekerjaan di AS akibat serangan siber mencapai 508.000.
Pada 2009, McAfee merilis sebuah laporan yang mengatakan pencurian data dan pelanggaran akibat kejahatan siber telah menimbulkan biaya bisnis sebanyaknya 1 triliun dolar secara global akibat hilangnya kekayaan intelektual dan pengeluaran untuk memperbaiki kerusakan.
Sementara angka global dalam laporan terbarunya, McAfee tetap menyatakan kerugian 1 triliun dolar, tapi menyertakan angka 300 miliar dolar sebagai batasan terendah perkiraan kerugian.
Sebuah studi yang dirilis Team Cymru pada Februari lalu mengatakan, peretas telah mencuri sebanyaknya satu terabyte data per hari dari pemerintah, bisnis, militer, dan fasilitas-fasilitas akademik.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013