Pemerintah sering menyalahkan separatis muslim atas kerusuhan yang terjadi di kawasan tersebut, lapor Reuters.
Sebanyak 21 orang tewas dalam bentrokan antara polisi dan penduduk di wilayah itu pada April, yang melibatkan penggunaan kampak, pisau dan sedikitnya satu senapan serta mengakibatkan satu rumah dibakar, yang disebut pihak berwenang sebagai "serangan teroris".
Pengadilan di kota Kashgar, Xinjiang selatan, menyatakan bahwa kelima terdakwa, yang semuanya tampaknya orang Uighur, bersalah atas kejahatan yang mencakup terorisme dan pembunuhan yang disengaja, kata pemerintah Xinjiang dalam pernyataan di situs beritanya, www.tianshannet.com.
Dua terdakwa divonis hukuman sembilan tahun penjara.
Pemerintah Xinjiang tidak menyebutkan nama kelompok yang bertanggung jawab atas kekerasan itu, namun China menyalahkan insiden-insiden sebelumnya di Xinjiang pada separatis muslim yang ingin mendirikan negara merdeka Turkestan Timur.
Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia, mengatakan sebelumnya, kekerasan itu disulut oleh penembakan dan pembunuhan seorang pemuda Uighur oleh personel bersenjata China, yang membuat orang-orang Uighur melakukan pembalasan.
Pada Juli 2009, ibu kota Xinjiang, Urumqi, menjadi lokasi bentrokan antara mayoritas Han dan minoritas Uighur yang menewaskan hampir 200 orang. Pada akhir Juni, 35 orang tewas dalam letusan kekerasan lain.
Kekerasan yang dialami orang Uighur pada 2009 telah menimbulkan gelombang pawai protes di berbagai kota dunia seperti Ankara, Berlin, Canberra dan Istanbul.
Orang Uighur berbicara bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai "semacam pembantaian".
Orang-orang Uighur di pengasingan mengklaim bahwa pasukan keamanan China bereaksi terlalu berlebihan atas protes damai dan menggunakan kekuatan mematikan.
Delapan juta orang Uighur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia tengah ketimbang dengan orang China Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang.
Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.
Beijing tidak ingin kehilangan kendali atas wilayah itu, yang berbatasan dengan Rusia, Mongolia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India, dan memiliki cadangan minyak besar serta merupakan daerah penghasil agas alam terbesar China.
Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.
Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.
Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013