Anak-anak dan orang dewasa berkumpul di Lapangan Dawung untuk menyaksikan tradisi tahunan setelah Hari Raya Idul Fitri tersebut.
Warga mengawali gerebeg kupat atau ketupat dengan bersalam-salaman, saling memaafkan, lalu mengusung gunungan setinggi 2,5 meter yang terdiri atas sekitar 800 ketupat, sayur mayur, dan buah-buahan keliling dusun.
Kesenian topeng ireng dan tarian dayakan khas Magelang mengiringi kirab gunungan ketupat tersebut.
Usai kirab, gunungan diletakkan di tengah lapangan. Sekelompok anak perempuan lantas menarikan Tarian Prawita Lestari.
Musik gamelan menghentak setelah sesepuh dusun membacakan doa. Dan begitu mendengar aba-aba "Gerebeg Kupat Dimulai", ratusan warga langsung menyerbu gunungan tersebut.
Mereka berebut mendapatkan ketupat pada gunungan yang berisi uang dan macam-macam kupon.
Koordinator acara Gerebeg Kupat dan Lintas Budaya Kampung, Gepeng Nugroho, mengatakan, acara gerebeg kupat sarat dengan makna.
Ia menjelaskan, kata gerebeg mengandung arti kebersamaan dan berlomba-lomba, sedangkan kata kupat, dalam bahasa Jawa berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan.
"Jadi acara ini dimaksudkan untuk sama-sama mengakui kesalahan dan menghabiskannya dengan permintaan maaf," katanya.
Ketupat yang mendominasi gunungan, lanjut dia, merupakan simbol kesalahan yang harus dimaafkan secara bersama-sama.
"Uang atau kupon yang ada di dalam ketupat merupakan bentuk kegembiraan di bulan Syawal ini. Kami bersenang-senang, namun tetap membagi kegembiraan pada orang lain. Uang atau kupon ini juga dikumpulkan dari warga sebagai ungkapan syukur," katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013