Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay, menilai penangkapan Ketua Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, merupakan momentum tepat untuk mengevaluasi kebijakan energi nasional.Penangkapan itu sekaligus menandakan bahwa pengelolaan energi nasional masih sarat dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Penangkapan itu sekaligus menandakan bahwa pengelolaan energi nasional masih sarat dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, pengelolaan energi nasional juga sarat dengan kepentingan asing," kata Saleh melalui pesan singkat diterima ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Saleh mengatakan merupakan suatu hal yang berbahaya apabila pejabat setingkat kepala SKK Migas sudah mau disuap oleh asing. Apalagi, Rudi ditangkap melalui operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Logika awam akan mengatakan, ini baru yang tertangkap tangan, yang tidak tertangkap bagaimana?" ujarnya.
Menurut Saleh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya segera membubarkan SKK Migas. Pasalnya, pembentukan SKK Migas dari awal sudah menimbulkan tanda tanya dan misteri.
Saleh mengatakan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang "judicial review" UU Migas, pemerintah kelihatannya sangat terburu-buru membentuk SKK Migas. Padahal, SKK Migas hanyalah wujud dan bentuk lain dari BP Migas yang terlikuidasi sebagai akibat dihapuskannya UU Migas.
"Kalau BP Migas dinilai sudah tidak perlu, mengapa pemerintah membentuk SKK Migas lagi? Anehnya, hampir semua pejabat BP Migas dimutasi menjadi pejabat SKK Migas," kata Saleh.
Berkaitan dengan itu, Saleh meminta KPK segera mengusut tuntas semua pihak yang selama ini bermain-main di SKK Migas. Dia menduga, lembaga yang dinilai strategis itu dimanfaatkan banyak pihak untuk ikut bermain. Tidak hanya pemain dalam negeri, tetapi juga pihak asing.
"Kalau betul ada pihak asing, KPK harus segera menangkap dan memprosesnya. Bila terbukti memberi suap, perusahaan-perusahaan asing itu sudah semestinya diusir dari Indonesia. Mereka tidak pantas untuk mencari makan di Indonesia dengan cara-cara tidak terhormat," pungkasnya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013