"Sembilan puluh lima persen, apa pun yang kita hadapi itu reaktor besar atau pun kecil kita sudah siap," ujar Kepala BATAN Djarot Wisnubroto di Jakarta, Senin.
Hal tersebut dikatakan oleh Djarot berdasarkan pengalaman BATAN yang melakukan studi kelayakkan tapak untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Bangka.
"Kita mampu melakukan studi kelayakan, bahkan di Bangka kita bisa langsung lakukan pendataan," tambah Djarot.
Studi mengenai SMR di Indonesia sudah dimulai sejak 2001, dengan mempelajari reaktor daya terapung KLT-40 dan reaktor baterai.
BATAN saat ini juga sedang melakukan penelitian untuk mengembangkan SMR, salah satunya adalah reaktor gas yang dikenal dengan RGTT200 yaitu reaktor gas temperatur tinggi dengan daya 200 MW.
"Biasanya, untuk reaktor besar memiliki daya sekitar 1.000 MW," jelas Djarot.
Selanjutnya Djarot menjelaskan bahwa ada dua alasan utama yang menjadikan BATAN tertarik dengan SMR.
"Ada beberapa entitas pemerintah, bagaimana kalau kita memulai tidak langsung skala besar, tapi dari yang kecil, sehingga ini menjadi lebih efisien," jelas Djarot.
Selain itu SMR memiliki daya yang lebih kecil, sehingga tepat untuk diaplikasikan di wilayah yang membutuhkan listrik namun dengan daya yang tidak terlalu besar, seperti di wilayah Sumatera, Kalimantan, Papua, dan pulau-pulau kecil.
SMR merupakan teknologi yang dikembangkan untuk menjawab tantangan kebutuhan energi bagi negara-negara yang kapasitas jaringan listrik yang belum memadai untuk PLTN skala besar.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013