Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan dibebaskannya mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan melalui permohonan Peninjauan Kembali, merupakan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.Dibebaskannya Sudjiono Timan pada tingkat PK (Peninjauan Kembali) merupakan musibah dan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi,"
"Dibebaskannya Sudjiono Timan pada tingkat PK (Peninjauan Kembali) merupakan musibah dan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. MA juga dapat dianggap tidak peka dalam pemberantasan korupsi," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, koruptor akan menjadikan langkah Sudjiono Timan sebagai contoh bagi upaya koruptor menghindari proses hukum yang berjalan. Mereka akan melarikan diri ketika vonis dijatuhkan dan mengajukan upaya peninjuan dalam persembunyiannya.
Vonis bebas Sudjiono Timan di tingkat PK layak dicurigai mengingat pada tingkat kasasi divonis bersalah dan dihukum 15 tahun penjara. Aneh dalam satu institusi yang sama menghasilkan dua putusan yang berbeda, katanya.
Ia menambahkan sikap pengadilan yang menerima permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan para koruptor yang melarikan diri (DPO) juga dipertanyakan.
Hal itu bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 tahun 1988 yang ditandatangani Ketua MA Ali Said dan diperbarui melalui SEMA No.1 tahun 2012.
SEMA tersebut intinya menyebutkan bahwa pengadilan supaya menolak atau tidak melayani penasehat hukum atau pengacara yang menerima kuasa dari terdakwa/terpidana yang tidak hadir (in absentia) tanpa kecuali.
Artinya permohonan dan atau pemeriksaan di persidangan harus dilakukan sendiri oleh pemohon/terdakwa.
Namun dalam beberapa perkara, tidak saja menerima pengajuan, tetapi pengadilan dan juga MA mengabulkan permohonan PK dengan membebaskan koruptor yang pernah kabur dan dihukum bersalah di tingkat kasasi.
Sebelum Sudjiono Timan misalnya Lesmana Basuki, selaku Presiden Direktur PT SBU yang menjadi terpidana perkara korupsi menjual surat-surat berharga berupa Commercial Paper (CP) sehingga negara dirugikan Rp209 miliar.
Pada tanggal 25 Juli 2000, MA menjatuhkan vonis 2 tahun penjara namun tidak bisa dieksekusi karena terpidana melarikan diri. Saat masuk DPO, terpidana pada 2004 mengajukan PK dan dibebaskan 2007.
Hal serupa juga dialami Obed Nego Depparinding, Bupati Mamasa non aktif pada tahun 2012. Pada tingkat kasasi, Obed dinyatakan bersalah dan divonis 20 bulan penjara dalam perkara korupsi anggaran Sekretariat DPRD Mamasa sebesar sekitar Rp1,2 miliar.
"Namun proses eksekusi tidak berjalan karena Obed diberitakan kabur dan sempat ditetapkan masuk DPO. Secara mengejutkan PK yang diajukannya saat masuk DPO dikabulkan oleh MA dan akhirnya Obed dibebaskan bersama dengan 23 mantan anggota DPRD Mamasa lainnya," katanya.
Karena itu, Ketua MA ataupun Bagian Pengawasan MA serta Komisi Yudisial perlu melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim PK yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Sudjiono Timan.
(R021/T007)
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013