Sleman (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi belum akan merevisi peta kawasan rawan bencana di lereng Gunung Merapi meskipun beberapa waktu lalu terjadi sejumlah hembusan dan hujan abu.Peta tersebut merupakan gambaran yang diakibatkan erupsi Merapi dalam kurun waktu seratus tahun terakhir."
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPTTKG) Subandriyo, Senin, mengatakan peta kawasan rawan bencana (KRB) yang ada saat ini menggambarkan tingkat kerawanan bahaya awan panas Merapi.
"Peta tersebut merupakan gambaran yang diakibatkan erupsi Merapi dalam kurun waktu seratus tahun terakhir," katanya.
Menurut di, beberapa kali hembusan yang terjadi hingga menyebabkan hujan abu, tidak akan dilakukan pengkajian oleh KRB. Sebab, hembusan tersebut sifatnya hanya temporer (sesaat) saja.
"Hembusan yang terjadi karena pengaruh curah hujan dan bukan merupakan letusan Merapi magmatis (erupsi besar). Kemarin itu erupsi kreatik (erupsi kecil)," katanya.
Ia mengatakan selama tidak ada erupsi yang melalui KRB yang sudah ditetapkan, pihaknya tidak akan melakukan perubahan terhadap wilayah rawan itu.
"Sekarang status aktivitas Gunung Merapi aktif normal. Tenang," katanya.
Subandriyo menambahkan KRB tersebut dibagi dalam tiga wilayah, yaitu KRB satu, dua, dan tiga.
Di KRB satu, kawasannya seluas 1.371 hektare, yang tersebar di Kecamatan Tempel, Pakem, Ngaglik, Mlati, Depok, Ngemplak, Cangkringan, Kalasan, Prambanan, dan Berbah.
KRB dua, seluas 3.273 hekater, di Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, dan Ngemplak serta KRB tiga seluas 4.672 hektare, di Turi, Pakem, Cangkringan, dan Ngemplak.
"Di wilayah KRB tersebut, tidak hanya ancaman awan panas tetapi juga banjir lahar dingin di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berhulu Merapi. Yaitu, sungai-sungai yang untuk jalur banjir material vulkanik," katanya. (V001/I007)
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013