DIY perlu atur perdagangan minuman beralkohol

10 September 2013 22:32 WIB
DIY perlu atur perdagangan minuman beralkohol
ilustrasi Sejumlah petugas kepolisian dan Muspida Kota Bogor menyaksikan pemusnahan minuman keras dengan cara digilas dengan alat berat di Polres Bogor Kota, Jabar, Senin (15/7). (ANTARAFOTO/Jafkhairi)

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di daerah harus bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut di wilayahnya yang meliputi Kota Yogyakarta dan empat kabupaten,"

Yogyakarta, 10/9 (Antara) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta perlu mengatur perdagangan, peredaran, penggunaan, dan pengawasan minuman beralkohol, kata Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Ni`matul Huda.

"Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat yang ada di daerah harus bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut di wilayahnya yang meliputi Kota Yogyakarta dan empat kabupaten," katanya pada diskusi `Urgensi Pengaturan Minuman Beralkohol di DIY`, di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintahan di daerah seharusnya Pemerintah DIY memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur masalah pengadaan, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol atau pelarangan terhadap minuman beralkohol.

"Dalam pelaksanaan perda tersebut atau pembinaan kepada pelaku usaha yang bergerak pada usaha pengadaan, pengedaran, dan penjualan minuman beralkohol di wilayah DIY dapat dikoordinasikan oleh Pemerintah DIY, yang dalam pelaksanaannya bisa diwakili Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi DIY," katanya.

Ia mengatakan, dalam pemerintahan DIY hingga saat ini tidak ada perda yang mengatur perdagangan, peredaran, penggunaan, dan pengawasan minuman beralkohol. Selama ini Pemerintah DIY dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol hanya mengacu pada keputusan presiden dan peraturan menteri perdagangan.

"Namun, setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa saat lalu yang membatalkan dasar hukum pengaturan peredaran minuman beralkohol tersebut, maka kewenangan pengaturannya sepenuhnya menjadi kewenangan daerah," katanya.

Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Sri Hastuti Puspitasari mengatakan, minuman beralkohol yang beredar di masyarakat perlu diatur agar tidak dikonsumsi anak-anak dan remaja, dan agar tidak mengganggu masyarakat yang memang tidak mengkonsumsinya.

Selain itu, beredarnya minuman beralkohol juga menimbulkan resistensi di tengah masyarakat yang berujung pada tindakan anarkis berupa penutupan paksa atau perusakan terhadap tempat tertentu yang menyediakan minuman beralkohol oleh kelompok tertentu.

"Konsumen minuman beralkohol yang mabuk kadang juga menimbulkan masalah seperti dapat menyebabkan kecelakaan atau memunculkan reaksi kekerasan berupa perkelahian di masyarakat. Kondisi itu tentu tidak kondusif bagi keamanan dan ketertiban," katanya.
(B015/M008)

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013