"Hasil dari riset yang kami lakukan menunjukkan bahwa 57 persen penduduk Jakarta menderita sakit akibat pencemaran udara," kata pria yang disapa Puput ini kepada Antara, usai forum diskusi mengenai kebijakan fuel economy di Jakarta, Kamis.
Riset yang dilakukan oleh KPBB tersebut didukung oleh United States - Environmental Protection Agency (UNEP US- EPA), dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Ahmad Syafrudin memaparkan angka 57 persen tersebut setara dengan sekitar lima juta orang yang tinggal di Jakarta.
Dari sekitar lima juta jiwa tersebut tercatat 2,5 juta jiwa menderita infeksi saluran pernapasan akut (Ispa), 300 ribu jiwa menderita penyempitan saluran pernapasan, sekitar 300 ribu jiwa menderita penyakit jantung koroner, dan sisanya menderita penyakit akibat pencemaran udara lainnya seperti pneumonia.
"Karena pencemaran udara yang menyebabkan penyakit ini, maka masyarakat Jakarta harus membayar sekitar Rp38,5 triliun untuk biaya kesehatan," jelasnya.
Menurut dia, jika pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan lainnya tidak melakukan upaya konkret, maka pencemaran udara di DKI Jakarta pada 2030 diperkirakan akan mengalami peningkatan setidaknya empat hingga tujuh kali lipat dari kondisi saat ini.
"Demikian juga dengan gas rumah kaca atau CO2 yang bisa mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dari base-line 2010," tambah Puput. (M048/Z002)
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013