• Beranda
  • Berita
  • Sam Rainsy kecam "kudeta konstitusional", cari dukungan asing

Sam Rainsy kecam "kudeta konstitusional", cari dukungan asing

2 Oktober 2013 05:08 WIB
Sam Rainsy kecam "kudeta konstitusional", cari dukungan asing
Sam Rainsy (tengah), Ketua Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) menyambut pendukungnya di hari terakhir kampanye pemilu di Phnom Penh, Jumat (26/7). Pemimpin oposisi Kamboja Rainsy kembali ke kampung halamannya dari pengasingan awal bulan ini setelah pengampunan kerajaan menghapus ancaman hukuman penjara dan ia segera mengikuti kampanye untuk menggeser Perdana Menteri Hun Sen dalam pemilu yang digelar Minggu (28/7). (REUTERS/Damir Sagolj)
Phnom Penh (ANTARA News) - Pemimpin oposisi Kamboja Sam Rainsy melakukan lawatan ke Asia Tenggara untuk menyerukan campur tangan dari negara-negara tetangga dalam kebuntuan politik yang dipicu oleh kecurangan daalam pemilihan, kata partainya Selasa.

Sam Rainsy berangkat pada Senin malam menuju negara-negara termasuk Singapura dan Filipina. Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) yang dipimpinnya memboikot sidang parlemen hasil pemilihan Juli, lapor AFP dan Reuters.

"Kunjungannya bertujuan untuk bertemu para pemimpin beberapa negara supaya campur tangan dalam kecurangan pemilihan itu," kata Yem Ponharith, juru bicara CNRP, kepada kantor berita Prancis AFP.

"Jika perlu dia mungkin meneruskan pergi ke Eropa, atau dia kembali untuk menghadiri pawai pada 6 Oktober," kata jubir itu.

Parlemen Kamboja pekan lalu mengesahkan Hun Sen untuk memimpin negeri itu selama periode lima tahun lagi menyusul gejolak politik yang terjadi selama beberapa pekan.

CNRP mengecamnya dengan melukiskan sebagai "kudeta konstitusional" setelah sidang lembaga itu yang hanya dihadiri para anggota parlemen dari partai berkuasa memperpanjang hampir tiga dekade kekuasaan Hun Sen.

Partai oposisi itu, yang menuntut penyelidikan independen atas kecurangan dalam pemilihan, telah menyatakan pihaknya akan mengadakan demonstrasi massal pada 23 Oktober.

Puluhan ribu pendukung oposisi mengadakan pawai selama tiga hari di Phnom Penh, ibu kota Kamboja, bulan lalu, yang berubah menjadi kekerasan.

Satu pengunjuk rasa meninggal tertembak dan sejumlah orang lagi luka-luka ketika pasukan keamanan bentrok dengan kerumunan massa yang melempari batu-batu.

Hun Sen, 61 tahun, adalah mantan kader Khmer Merah yang membelot dan membawa Kamboja bangkit dari debu-debu perang. Dia telah memerintah selama 28 tahun dan bertekad akan berkuasa sampai dia berusia 71 tahun.

Hun Sen terus maju untuk membentuk pemerintahan baru dan mengatakan dia menolak permintaan  partai oposisi utama, yang merasa menang pada pemilihan umum Juli dan akan diberikan posisi senior di parlemen.

Dia mengisyaratkan alasan sebenarnya dalam pemboikotan oposisi terhadap parlemen, bukan sekedar dugaan kecurangan, tetapi kegagalan untuk mengamankan pekerjaan tingkat atas.

"Jika kami setuju terhadap permintaan mereka terkait kepresidenan mereka pasti akan menghadiri pertemuan tersebut," katanya.

Rainsy kembali dari pengasingan pada Juli setelah pengampunan diberikan kerajaan atas kejahatan yang dilakukannya. Tapi dia mengatakan tuduhan-tuduhan atas dirinya bermuatan politik.

Ketua CNRP itu dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan akhir bulan lalu. 


Penerjemah: Mohamad Anthoni


Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013