Bedanya, congklak di ruang publik yang terletak di lantai 8 West Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat itu disajikan secara digital. Di atas meja berukuran sekitar 80x50 centimeter, terdapat layar interaktif yang menampilkan papan dan biji congklak.
Pengunjung dapat memilih mode permainan congklak, melawan komputer atau bermain dengan teman. Pemain tinggal menekan gambar lubang yang berisi biji congklak, layar akan memberi tahu ke mana arah pemain harus meletakkan biji congklak.
Peraturan bermain tetap sama, seperti bila biji congklak terakhir yang dijalankan jatuh di lubang sendiri, pemain berhak mengambil isi biji congklak lawan yang berada tepat di depannya. Pemain yang menang adalah yang berhasil mengumpulkan biji congklak terbanyak di rumah atau lubang congklak terbesar.
Di GIK, terdapat dua meja yang menyajikan papan congklak virtual. Dua meja lagi bernama Layar Telaah Budaya, menyajikan informasi budaya interaktif. Pengunjung tinggal meletakkan kartu budaya yang diinginkan, informasi berupa artikel singkat dan foto akan muncul.
Pengunjung yang tertarik dengan musik tradisional pun dapat mengunjungi layar Melodi Alunan Daerah. Secara digital, pengunjung dapat memetik kecapi dengan menekan senar-senar yang tampil di layar.
Galeri Indonesia Kaya merupakan ruang publik yang dibangun Bakti Budaya Djarum Foundation yang ditujukan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan Indonesia.
Ketika memasuki area seluas 635 meter persegi, pengunjung disambut sapaan virtual dari berbagai bahasa daerah, lengkap dengan pakaian adat daerah tersebut. Tepat di seberang area masuk, pengunjung dapat menonton penggalan kisah Mahabarata di video mapping wayang kulit.
Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, mengatakan berangkat dari kepedulian dan keprihatinan terhadap kesenian Indonesia, mereka membuat ruang publik yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang budaya Indonesia sekaligus memberi wadah bagi seniman muda. Selain wahana interaktif, GIK juga menyediakan auditorium berkapasitas 150 orang.
"Biar budaya Indonesia jadi tuan rumah di negerinya sendiri," kata Renitasari saat meresmikan GIK, siang ini.
Pihak Renita mempersiapkan tempat itu selama setahun. Ia memilih mal karena sekarang ini mal menjadi pilihan bagi, terutama, warga Jakarta, untuk menghabiskan waktu.
"Melihat pasar, daya beli, banyak mal dan brand internasional, harusnya masyarakat udah bisa beli tiket untuk pertunjukan," katanya menjelaskan pertimbangan mendirikan GIK di pusat perbelanjaan.
Sebagai bentuk edukasi terhadap pengunjung, GIK menerapkan peraturan agar pengunjung berpakaian rapi dan tidak mengenakan sandal jepit.
"Menghargai yang mau ditonton," kata seniman Nana Riantiarno pada kesempatan yang sama.
GIK tidak memungut biaya masuk kepada pengunjung. GIK beroperasi untuk publik mulai 11 Oktober dengan jam buka 10.00-21.30 WIB.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013