Kebijakan emisi karbon picu inovasi

24 Oktober 2013 11:03 WIB
Kebijakan emisi karbon picu inovasi
Tata kota yang ramah lingkungan memiliki peran besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020 dibandingkan emisi pada 1997. (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Setiap aktivitas yang dilakukan dapat memicu timbulnya jejak karbon.

Jejak karbon adalah  jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok dalam melakukan kegiatannya dalam periode tertentu.

Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dalam laporan "Arah Growth Green Indonesia" (2010) menulis estimasi emisi gas rumah kaca di Indonesia tahun 2005 mencapai 2,1 Giga ton (Gt).  

Farhan Helmy, Sekretaris Kelompok Kerja Mitigasi  (DNPI) menjelaskan salah satu pemicu timbulnya emisi karbon adalah penggunaan lahan di Indonesia.  

"Contoh konversi lahan mengakibatkan yang tadinya fungsi hutan menyerap (karbon dioksida), sekarang  daya serap menjadi berkurang," katanya pada acara "24 Hours of Reality: The Cost of Carbon" di @amerca, Pacific Place, Rabu malam.  

Dari jumlah yang dihasilkan sekarang, menurut Farhan, bila tidak ada usaha untuk mengurangi emisi karbon, jumlahnya akan bertambah menjadi 2,9 Gt pada 2020.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi karbon sebanyak 26 persen pada tahun 2020, kurang lebih sebanyak 0,67 Gt.

Konsekuensi dari komitmen itu adalah semua kebijakan pemerintah seharusnya diarahkan ke pengurangan itu.  

"Di dalam konteks perubahan iklim ada dua cara, dekarbonisasi yaitu mengurangi emisi karbon dan dematerialisasi," katanya.  

Dematerialisasi misalnya dapat berupa pengurangan bahan atau mempersingkat proses produksi sehingga jejak karbon yang dihasilkan semakin pendek.

Proses mengurangi emisi karbon itu pun dapat memicu timbulnya inovasi dalam bidang industri. 

Ia memberi contoh terhadap pecucian sepetong celana jeans yang membutuhkan 200 liter air sekali cuci.

Kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dapat menimbulkan inovasi material yang tidak membutuhkan air sebanyak itu untuk mencuci, misalnya.  

"Ada peluang baru untuk produksi barang atau jasa sehingga rendah emisi tapi kita bisa pakai jeans tanpa khawatir," katanya memberi contoh.  

Ia memberi contoh lainnya, dengan meningkatnya suhu dan naiknya tarif dasar listrik, muncul inovasi green-bulding yang dapat menurunkan konsumsi pemakaian listrik, seperti penggunaan pendingin ruangan dengan sensor yang dapat menyesuaikan suhu sesuai dengan keberadaan orang dalam ruangan itu.  

Pembangunan gedung dengan banyak kaca pun akan membantu mengurangi penggunaan lampu saat jam kerja.  

Mengurangi emisi karbon pun dapat dilakukan secara sederhana dan dimulai dari diri sendiri. Ia memberi contoh satu hal yaitu berjalan kaki dan penghematan kertas.  

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar menambahkan selalu membuang sampah pada tempatnya dan menggunakan gelas untuk berkumur ketika menyikat gigi juga merupakan hal sederhana yang dapat mengurangi emisi karbon.  

"Kalau satu juta orang lakukan, penghematannya banyak," katanya.  

Oleh Natisha Andarningtyas
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013