Koruptor agar divonis maksimal

26 November 2013 17:20 WIB
Koruptor agar divonis maksimal
Terdakwa kasus dugaan suap kepengurusan anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional, Angelina Sondakh, menangis saat diwawancara sebelum sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/12). Dia didakwa penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara; vonis berubah menjadi denda Rp39 juta dan 12 tahun penjara. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)

... itu kejahatan kemanusiaan layaknya terorisme dan penjualan narkoba. Berapa banyak orang yang dikorbankan akibat korupsi?... "

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, mengimbau penegak hukum menjatuhkan hukuman alias vonis maksimal terhadap koruptor guna memberikan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

"Para hakim, dalam menjatuhkan vonis kepada koruptor harus maksimal sehingga dapat memberikan efek jera. Jangan lagi memberikan hukuman ringan, apalagi bila ada fakta dan bukti kuat keterlibatan seseorang dalam kasus korupsi," kata Sudding, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa.

Banyak koruptor dari berbagai kalangan yang divonis penjara sekitar empat hingga lima tahun. 

Para tersangka koruptor di Indonesia juga cenderung selalu mengumbar senyum sumringah dalam pakaian sehari-hari --sebagai misal-- saat diperiksa KPK. 

Sangat berbeda dengan perlakuan hukum terhadap terdakwa korupsi di luar negeri. Para pesakitan koruptor di Korea Selatan, di antaranya, tidak pernah diijinkan memakai pakaian sehari-hari saat dipanggil sebagai saksi ataupun pelaku. 

Mereka --pesakitan korupsi di Korea Selatan itu contohnya-- juga tidak mengumbar senyum kepada pers dan publik, karena malu. 

Akan tetapi, ada preseden pada Angelina Sondakh, yang divonis Mahkamah Agung pada sidang kasasi, 12 tahun penjara dan denda Rp39 miliar. 

Vonis yang dijatuhkan MA itu, jauh lebih berat daripada putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang hanya menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara.

Sudding berharap, ketika aparat penegak hukum melakukan tugasnya menangani kasus korupsi, mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan putusan di pengadilan, hendaknya memiliki komitmen dan semangat untuk memberantas tindak pidana korupsi.

"Korupsi itu kejahatan kemanusiaan layaknya terorisme dan penjualan narkoba. Berapa banyak orang yang dikorbankan akibat korupsi?," ujarnya.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013