Parni Hadi: media efektif berantas korupsi

4 Desember 2013 19:43 WIB
Parni Hadi: media efektif berantas korupsi
Parni Hadi (ANTARA/Reno Esnir)

Kerjasama yang erat antara media,KPK dan NGO di bawah pengawasan publik yang ketat harus terus dilakukan,"

Jakarta (ANTARA News) - Tokoh Pers Parni Hadi menilai, media massa termasuk media sosial dan NGO yang bahu-membahu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih menjadi alat paling efektif dalam upaya membasmi prakteik korupsi di Indonesia.

"Kerjasama yang erat antara media,KPK dan NGO di bawah pengawasan publik yang ketat harus terus dilakukan, " kata mantan pemimpin umum LKBN ANTARA dan harian Republika dan RRI tersebut dalam makalahnya berjudul "Media dan Perang Melawan Korupsi" yang dibawakan pada Konferensi Internasional ke-3 Media Islam yang berlangsung di Jakarta, 3 sampai 5 Desember.

Perang melawan korupsi, ujarnya, sangat efektif bila dilakukan melalui "investigating report" atau laporan investigatif, dengan persyaratan dalam situasi adanya kebebasan untuk mengungkapkan fakta (freedom for revealing), kebebasan wartawan untuk tampil (independece for emerging), kejujuran untuk menyampaikan fakta (truth for delivering), keadilan untuk berkreasi (justice for creating), kesejahtreraan atau (tingkat penghasilan yang layak -red) agar mampu melakukan tugas jurnalistiknya (prosperity for developping) dan mampu menciptakan suasana kedamaian bagi semua pihak (peace for mankinds).

Pengertian korupsi secara filosofis, theologis, menurut dia, adalah penyimpangan moral dari perilaku ideal, sedangkan bentuknya beragam, tidak hanya berupa penyuapan atau penggelapan, tetapi juga berbentuk aksi kriminalitas, "political fraud", perkosaan, illegal logging, praktek sistem perbankan ilegal dan berbagai tindak penyimpangan lainnya yang menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang.

Misalnya, lanjut Parni, korupsi politik terjadi bila seorang penentu kebijakan, baik di lembaga legislatif, eksekutif maupun judikatif memanfaatkan wewenang yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan.

Sosok wartawan muslim, sambungnya, selayaknya mencontoh sikap mulia yang telah diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW yakni siddiq (lurus atau jujur), tabligh (menyampaikan informasi dengan cara mendidik), amanah dan fathonah (bijaksana).


Konspirasi pers

Namun pada bagian lain, ia juga mengingatkan, pemilik media bersama politisi atau penguasa dan kalangan pengusaha juga berpeluang melakukan konspirasi. "Ini namanya korupsi besar, karena bertentangan dengan kemurnian moral dan spiritual, dan juga melanggar kode etik profesi wartawan.

"Begitu juga dengan wartawan amplop. ini korupsi "kecil". Jika tidak diberi amplop (dengan uang di dalamnya-red), berita tidak dimuat, " tuturnya, namun ia mengakui praktek semacam itu terjadi karena kecilnya gaji yang diterima oleh wartawan yang bekerja pada terbitan yang "under developped".

Pembicara lainnya, Dosen UNSW Australia, Nasya Bahfin bependapat, media sosial di dua negara minoritas muslim yakni AS dan Australia, cukup efektif sebagai wahana komunikasi antara sesama warga muslim dan juga untuk melancarkan syiar agama. Namun demikian ia juga prihatin karena media sosial kadang-kala juga memunculkan rivalitas yang bisa memicu konflik antara sesama muslim yang berbeda aliran.

Narasumer terdiri dari pakar dan akademisi di bidang informasi atau media dari berbagai institusi dan perguruan tinggi dari mancanegara juga menyampaikan pandangan mereka guna memperkokoh peran media di negara-negara Islam atau yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.

Konferensi Internasional Media Islam ke-3 dihadiri sekitar 500 peserta, sebagian besar dari kalangan perguruan tinggi di berbagai wilayah di Indonesia dan juga sejumlah peserta asing.(*)

Pewarta: Nanang Sunarto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013