• Beranda
  • Berita
  • Pengembaraan batin di Tanah Haram dalam bait-bait puisi

Pengembaraan batin di Tanah Haram dalam bait-bait puisi

3 Januari 2014 16:44 WIB
Pengembaraan batin di Tanah Haram dalam bait-bait puisi
Sampul buku kumpulan puisi "Tanah Haram" karya A.R Loebis. (ANTARA News)

Jakarta (ANTARA News) - Dengan untaian kata dan frasa singkat dalam bentuk puisi, A.R. Loebis menuangkan kecamuk batinnya saat menunaikan ibadah haji dalam buku kumpulan puisi "Tanah Haram."

Bersama istrinya, Duryati Engkon, penulis kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, itu berkesempatan mengunjungi Arab Saudi dan menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Haram pada Oktober hingga November 2012.

Ia menumpahkan seluruh ekspresi batinnya sejak mendapatkan kabar rencana keberangkatan ke Tanah Suci dari biro perjalanan sampai selesai menunaikan ibadah haji dalam buku puisi setebal 119 halaman yang diterbitkan Bahari Press tahun 2013.

"Hati siapa yang tak berdegup, terkadang kencang, sesaat seperti tak percaya," tulisnya tentang saat ia menerima nomor porsi untuk berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Ia juga mengungkapkan pengalamannya menjalankan serangkaian ibadah haji yang tak selalu mudah.

Terkadang ia harus berdesakan, berjinjit, saling sikut, dan bersusah payah berjuang demi bisa menjalankan ibadah.

Demikian pula saat tawaf sembari melihat batu hitam Hajar Aswad, sa’i, wukuf di Arafah, bermalam di Mina, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah, mencukur rambut (tahalul) hingga tawaf wada.

Di Raudhah Jannah, Loebis menuturkan bagaimana ia harus berjuang mengandalkan kekuatan fisik dan doa demi bisa mendekat, masuk, sholat, dan memanjatkan rangkaian doa di antara mimbar dan makam Rasulullah SAW.
 
Di pintu 25 ia tersasar, sendirian, dihardik dan menanti. Ia pun lantas tersadar, malu dengan sikapnya selama ini.

"Aku sombong, tapi aku seperti mendengar Kau berkata: Tak apa-apa, asal kau ingat dan melupakan kesombonganmu."
 
Dalam setiap rangkaian ibadah yang dijalani di Tanah Haram, Loebis tidak berhenti memanjatkan doa, mengkaji diri dan mengucap syukur.

"Batinnya mengembara tidak putus-putus," kata penyair Taufik Ismail mengomentari karya Loebis.
 
Loebis juga menikmati pengembaraan batinnya saat mengunjungi Masjid Nabawi, Masjid Haram, dan Masjid Quba, Masjid Jin, Masjid Qiblataian, Masjid Al-Fathu, dan Masjid Al-Jumuah.

Jabal Nur, Jabal Tsur, dan Jabal Rahmah juga tak luput dari kunjungannya.
 
Alumnus Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang sudah menulis sekitar 11 buku itu juga memperhatikan ribuan toko di pusat-pusat perbelanjaan Arab Saudi di sela kegiatan ibadah.
 
Semua perjalanan itu membawa batinnya mengembara dan membantu dia memaknai ibadah haji.

Dan dia membagi pengalamannya memaknai haji dengan untaian kata-kata sederhana, membuat pembaca bisa ikut merasakan pengembaraan batin di Tanah Haram dalam bait-bait puisinya.


Haji bukan gelar

Haji adalah panggilan Allah

Bukan panggilan bagi yang pulang dari Makkah

Haji adalah niat

Haji adalah keikhlasan

Haji adalah kesabaran

Haji adalah undangan

Haji adalah miqot

Haji adalah gambaran kematian… 

 

Oleh KR-LIA
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014