Barang-barang tersebut adalah Batang dan Batang Kecil, Dicanai Panas, Dalam Gulungan yang Putarannya Tidak Beraturan, dari Besi atau Baja Bukan Paduan, atau dari Baja Paduan Lainnya, dengan nomor Harmonized System (HS.) 7213.91.10.00, 7213.91.20.00, 7213.91.90.00, 7213.99.10.00, 7213.99.20.00, 7213.99.90.00, dan 7227.90.00.00.
Menurut Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Ernawati, dalam keterangan tertulis, Selasa, permohonan tersebut didasarkan pada klaim bahwa PT. Ispat Indo dan PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk selaku pemohon telah mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang diakibatkan oleh lonjakan jumlah impor barang yang dimintakan perlindungan dimaksud.
Ernawati menjelaskan bahwa setelah melakukan penelitian terhadap permohonan tersebut, KPPI memperoleh bukti awal tentang lonjakan jumlah impor barang yang dimintakan perlindungan dari tahun 2009 hingga 2013 (Januari-Juni), dan kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh pemohon akibat lonjakan jumlah impor barang yang dimaksud.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor barang yang dimintakan perlindungan pada tahun 2009 sebesar 155.986 ton. Kemudian, pada tahun 2010 mengalami lonjakan menjadi sebesar 222.876 ton, tahun 2011 sebesar 254.595 ton, dan pada tahun 2012 menjadi 444.701 ton. Jumlah impor cenderung terus melonjak pada tahun 2013 (Januari-Juni) yaitu sebesar 379.430 ton.
“Lonjakan jumlah impor barang yang dimintakan perlindungan berdampak negatif pada pemohon. Hal tersebut terlihat dalam pangsa pasar pemohon yang terdesak oleh pangsa pasar impor,” ujar Ernawati.
Berkaitan hal tersebut, mulai 17 Januari 2014, KPPI memulai penyelidikan atas lonjakan jumlah impor barang yang dimintakan perlindungan tersebut.
Pewarta: Desy Saputra
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014