• Beranda
  • Berita
  • Eks PM akui praktik "budak seks" dilakukan Jepang

Eks PM akui praktik "budak seks" dilakukan Jepang

12 Februari 2014 13:13 WIB
Eks PM akui praktik "budak seks" dilakukan Jepang
Sejumlah bekas budak seks Jepang (berompi kuning) berpose dengan Patung Damai yang menjadi simbol budak seks pada masa perang dunia dalam aksi protes anti Jepang di Seoul (REUTERS/Jin Sung-chul/Yonhap)

Kesalahan-kesalahan tak terperikan telah berlaku di mana martabat para wanita ini dinistaskan. Jepang mesti menyelesaikan hal ini"

Seoul (ANTARA News) - Mantan perdana menteri Jepang Tomiichi Murayama, Rabu, menyatakan Jepang  telah melakukan kesalahan tak terperi dengan memaksa kaum perempuan Korea Selatan dan di mana saja untuk menjadi budak seks bagi para tentaranya di masa perang dunia.

Murayama, yang selagi menjabat perdana menteri pernah menyampaikan permohonan maaf Jepang pada 1995 untuk agresi yang dilancarkan negaranya, mengatakan saatnya bagi Tokyo untuk menyelesaikan masalah comfort women yaitu para wanita yang dipaksa melayani militer Jepang.

"Kesalahan-kesalahan tak terperikan telah berlaku di mana martabat para wanita ini dinistaskan. Jepang mesti menyelesaikan hal ini," kata dia di dalam gedung parlemen di Seoul.

Murayama, kini berusia 89 tahun, Selasa lalu telah bertemu dengan tiga wanita Korea Selatan yang dijadikan budak seks.  Setelah itu dia meminta masalah ini harus segera diselesaikan.

Dia juga mengkritik sejumlah politisi dan pencipta opini di Jepang karena melontarkan pidato-pidato tak sensitif mengenasi mantan budak seks dan menekankan bahwa mayoritas rakyat Jepang mengakui kesalahan yang dibuat bangsanya itu.

Katsuto Momii, bos baru stasiun televisi NHK, baru-baru ini membuat marah Seoul dengan mengatakan bahwa budak seks semasa perang adalah hal biasa bagi negara di saat perang.

Kekuasaan kolonial Jepang pada 1910-1945 di Semenanjung Korea tetap menjadi isu sensitif di Korea Selatan yang meyakini Jepang telah melupakan permohonan maaf pada 1995 dan tidak menebus agresinya di masa lalu.

Hubungan kedua negara memanas kembali ketika perdana menteri saat ini Shinzo Abe mengunjungi kuil kontroversial demi mengenang 2,5 juta orang Jepang korban perang termasuk para penjahat perang kelas atas.

Murayama tiba Selasa lalu untuk kunjungan tiga hari atas undangan sebuah partai oposisi Korea Selatan.

Dia sempat dilaporkan meminta bertemu dengan Presiden Park Geun-Hye namun urung dengan alasan sibuk.

Park sudah menegaskan tak akan bertemu dengan Abe sampai para pemimpin Jepang mengambil langkah mengatasi keluhan historis Korea Selatan, demikian AFP.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014