"Kalau kita lihat di Brazilian real, Turkish lira dan South African rand, itu juga ada perbaikan, tapi memang penguatan paling tajam di rupiah," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Chatib mengatakan penguatan rupiah selain terjadi karena pernyataan pimpinan baru The Fed (Bank Sentral AS) Janet Yellen, namun juga karena data perekonomian Indonesia yang membaik dan sesuai ekspektasi pelaku pasar.
Ia mengatakan kondisi ekonomi yang membaik tersebut disebabkan oleh efektivitas paket kebijakan ekonomi yang mampu menekan defisit neraca transaksi berjalan, sejak diterbitkan pada pertengahan 2013.
"Data kita paling baik dari yang diperkirakan pasar, ini karena efektif policy-nya. Namun kalau dilihat lebih tenang masalahnya, setiap ekonomi kita slow down maka current account deficit-nya mengalami penurunan," katanya.
Untuk itu, Chatib mengatakan pemerintah akan berupaya menjaga kesinambungan defisit transaksi berjalan yang pada akhir 2013 diprediksi mencapai 3,2 persen terhadap PDB, dengan konsisten melaksanakan paket kebijakan ekonomi.
"Kita akan melanjutkan untuk menerapkan beberapa policy yang kita buat kemarin untuk mengurangi impor, karena defisit masih diatas tiga persen. Sampai situasi lebih stabil dalam kisaran 2 persen-2,5 persen, baru policy-nya kita buat lagi," ujarnya.
Chatib memperkirakan angka defisit transaksi berjalan dapat berada pada kisaran dua persen terhadap PDB sepanjang 2014, karena data perekonomian semakin membaik, sehingga diharapkan nilai tukar rupiah tidak lagi terlalu bergejolak.
"Saya kira tidak perlu current account deficit satu persen, karena pertumbuhannya bisa dibawah 5,5 persen. Kalau dibawah 5,5 persen, nanti unemployment-nya naik, jadi kita mesti jaga terus," katanya.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak menguat sebesar 89 poin ke posisi Rp11.886 dibanding sebelumnya Rp11.975 per dolar AS, setelah sebelumnya mencapai kisaran Rp12.000 per dolar AS dalam beberapa bulan terakhir.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014