• Beranda
  • Berita
  • China tuduh ekstremis arsiteki kekerasan Xinjiang

China tuduh ekstremis arsiteki kekerasan Xinjiang

17 Februari 2014 11:54 WIB
China tuduh ekstremis arsiteki kekerasan Xinjiang
Beberapa bulan lalu bentrokan juga terjadi di Hotan, Daerah Otonomi Uygur, Xinjiang, China (Xinhua/Cao Zhiheng)
Beijing (ANTARA News) - Ekstremis agama bertanggungjawab atas "serangan teroris" di Xinjiang, China, Jumat pekan lalu, yang merenggut 11 nyawa. lapor Xinhua seperti dikutip Reuters.

Selama bertahun-tahun Xinjiang yang mayoritas berpenduduk muslim dilanda kekerasan yang menurut Beijing dilakukan para militan islamis dan separatis yang ingin mendirikan negara Turkestan Timur.

Namun warga Xinjiang di perantauan dan kelompok-kelompok HAM menyebut penyebab kerusuhan adalah kebijakan pemerintah China, termasuk mengekang kaum muslim dan budaya serta bahasa kaum Uighur yang menjadi penduduk mayoritas Xinjiang.  Tentu saja pemerintah China membantah tuduhan ini.

"Satu penyelidikan memperlihatkan bahwa serangan di desa Wushi yang dekat dengan perbatasan China - Kyrgyzstan adalah serangan teroris terorganisasi dan terencana yang menyasar polisi," lapor kantor berita Xinhua mengutip para polisi Xinjiang.

Kelompok teroris "13" telah dilatih selama enam bulan di bawah kepemimpinan Mehmut Tohti yang menyiarkan ajaran ekstrem selama tiga tahun, sambung Xinhua.

Xinhua sebelumnya melaporkan bahwa "kelompok teroris" itu memasukkan tabung-tabung LNG ke kendaraan mereka untuk difungsikan sebagai bom. "Delapan orang dibunuh oleh polisi dan tiga lainnya tewas karena serangan bom bunuh diri mereka," lapor Xinhua.

Dua warga dan dua polisi terluka dalam insiden itu, sedangkan lima mobil polisi rusak atau hancur, sambung Xinhua.

Bulan lalu Kyrgyzstan menyatakan telah membunuh 11 orang yang diyakini anggota kelompok militan  Uighur.

Namun para pembela HAM menyebut laporan China mengenai kekerasan Xinjiang tak bisa dipercaya saat bersamaan pihak berwenang membatasi akses jurnalis dan tak mengizinkan investigasi yang independen dan transparan, demikian Reuters.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014