Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Singapura Senin pagi mendeportasi dua anggota Federasi Serikat Petani Indonesia, Achmad Yakub (30) dan Irma Yani (35), setelah kantor imigrasi negara itu menahan dan memeriksa keduanya selama 14 jam di Bandara Changi.
Menurut siaran pers FSPI yang diterima d Jakarta, Senin, kedua anggota FSPI datang ke Singapura untuk menggelar aksi dan mengadakan konferensi pers untuk menentang pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang diadakan di Singapura 19-20 September.
Sampai kini, pemerintah Singapura tidak memberi alasan yang jelas mengenai pendeportasian kedua WNI. Meskipun demikian, pemerintah Singapura ditengarai enggan menerima kedatangan para aktivias penentang Bank Dunia dan IMF yang akan melakukan protes.
Sekjen FSPI, Henry Saragih, menganggap pemerintah Singapura telah mengkhianati nilai-nilai demokrasi.
"Pendeportasian ini tidak bisa diterima, karena perwakilan kami hanya akan menggelar aksi damai dan mengadakan konferensi pers terkait agenda Bank Dunia dan IMF. Ini menandakan pemerintah Singapura bersama Bank Dunia dan IMF tidak peduli dengan kehidupan rakyat. Mereka juga melecehkan demokrasi."
FSPI, menurut dia, mengambil sikap oposisi terhadap Bank Dunia dan IMF karena dampak negatif dari berbagai program kedua lembaga internasional itu sangat merugikan petani kecil dan kehidupan di pedesaan berbagai negara berkembang.
Institusi keuangan dunia tersebut dinilai FSPI telah memiskinkan rakyat dengan berbagai skema utang yang diberikan kepada negara berkembang. Utang yang membebani negara berkembang menyebabkan tersingkirnya hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan negara.
Sepertiga APBN Indonesia habis untuk membayar cicilan utang dan bunganya, sehingga anggaran untuk infrastruktur pedesaan,kesehatan dan pendidikan tidak bisa dijalankan negara, kata Saragih.
Ia menegaskan bahwa Bank Dunia dan IMF sudah cukup membuat kehidupan rakyat Indonesia menderita, terutama rakyat miskin di pedesaan.
Berbagai program Bank Dunia dan IMF seperti `Land Administration Project` (LAP) yang diterapkan di Indonesia sejak 1995 hanya berpihak pada investor dan pemodal besar. (*)
Copyright © ANTARA 2006