"Hasil observasi Unit Percepatan Pengembangan Papua dan Papua Barat (UP4B), luas lahan sagu di dua provinsi itu mencapai 5,2 juta hektare, tapi 2,1 juta hektare sudah diizinkan untuk alih fungsi," katanya di Jakarta, Rabu.
Bintoro mengatakan sagu di Papua dan Papua Barat hanya digunakan sebagai makanan pokok saja.
Tanaman sagu yang dipanen hanya yang di pinggir sungai atau jalan saja karena orang Papua kesulitan memanen sagu yang ada di dalam hutan.
Tanaman sagu yang dipanen adalah yang belum berbunga dan berbuah. Sebab, pohon sagu yang sudah berbunga dan berbuah tidak lagi mengandung pati karena sudah diubah menjadi bunga dan buah.
"Ribuan pohon sagu dibiarkan berbuah dan berbunga, berarti tidak dipanen. Di sisi lain, Indonesia masih terus mengimpor beras dan gandum, padahal sagu dapat menggantikan bahan pangan itu," tuturnya.
Bintoro mengatakan pati sagu dapat digunakan untuk membuat roti, kue kering, biskuit, kerupuk, pempek, bakso dan mi. Selama ini, makanan-makanan tersebut dibuat dari tepung gandum yang masih diimpor seluruhnya oleh Indonesia.
"Pati sagu juga dapat dijadikan gula cair yang bisa digunakan industri makanan dan minuman. Indonesia saat ini juga masih mengimpor gula dalam jumlah besar," ujarnya.
Menurut Bintoro, pati sagu juga bisa diolah menjadi bioetanol dan etanol untuk pengganti bensin. Kebutuhan bensin untuk Papua dan Papua Barat dapat dicukupi bila bensin digantikan dengan etanol.
Saat ini, harga bensin di stasiun pengisian bahan bakar resmi sama dengan harga di bagian Indonesia lainnya. Namun, stasiun pengisian bahan bakar hanya ada di kota-kota besar Papua.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014