Kementan: sagu lebih sehat dibandingkan beras

27 Maret 2014 10:24 WIB
Kementan: sagu lebih sehat dibandingkan beras
Proses pembuatan keripik sagu di Pundong, Bantul, Yogyakarta, yang menjadi contoh wirausaha bagi siswa SMK (FOTO ANTARA/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu mengembangkan bahan pangan sagu karena lebih sehat dibandingkan beras, kata

"Beras terbukti kurang sehat apabila dimakan terlalu banyak. Indikasinya, bisnis rumah sakit terus di Indonesia terus berkembang dan menguntungkan. Mayoritas orang Indonesia makan beras dan sering sakit," kata Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Rudy Tjahjohutomo
di Jakarta, Rabu.

Rudy mengatakan usia harapan hidup antara orang Indonesia bagian barat dan timur juga berbeda. Orang Indonesia bagian barat yang makanan pokoknya beras, usia harapan hidupnya lebih rendah dibandingkan orang Indonesia bagian timur yang makanan pokoknya sagu.

"Ada semacam rice food trap atau jebakan pangan beras. Selama ini kita memang dipaksa makan beras. Kalau beras tidak ada, akhirnya harus impor," tuturnya.

Rudy mengemukakan sagu memiliki potensi luar biasa apabila dikembangkan secara optimal.

"Sayangnya, masih belum banyak industri yang tertarik untuk mengolah sagu sehingga bahan pangan tersebut dianggap kalah kelas dibandingkan bahan pangan lain seperti beras.Sagu selama ini selalu dianggap sebagai bahan pangan inferior, Karena itu, sagu harus kita angkat dan kembangkan supaya bisa naik kelas," ujarnya.

Rudy mengatakan sagu juga termasuk bahan pangan dengan indeks glikemik rendah sehingga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes.

Karena memiliki indeks glikemik rendah, sagu cepat mengenyangkan dan tahan lama tapi tidak menyebabkan kegemukan.

Rudy menjadi salah satu pembicara dalam diskusi "Pengembangan Industrialisasi Sagu Berbasis Inovasi Teknologi untuk Membangun Ketahanan Pangan Nasional" yang diadakan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek).

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014