"Tiap daerah memiliki iklim ekstrim berbeda karena memang karakteristik daerahnya berbeda. Ini jadi potensi iklim kalau petani bisa mengatur masa tanam," kata Yon kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Karakteristik iklim yang berbeda, menurut dia, tampak seperti yang terjadi di Pantura Jawa yang cenderung sangat panas dibanding daerah selatan saat kemarau.
Begitu juga karakter berbeda dapat dilihat di bagian barat Jawa yang curah hujannya lebih tinggi, sementara di wilayah timur akan lebih kering.
Yon mengatakan di Sumatera dan Kalimatan variabel iklimnya juga beda, dan kondisi dua pulau tersebut tidak rentan untuk lahan pertanian padi seperti Jawa. Ancaman iklim ekstrim terhadap perkebunan pun tidak seperti di Jawa.
"Apalagi daerah ekuator pola hujannya beda, mereka punya dua puncak musim hujan, jadi menguntungkan untuk pertanian," ujar dia.
Dengan kondisi tersebut, ia mengatakan petani di setiap daerah dapat memaksimalkan produksi dengan menyesuaikan masa tanam dan kondisi iklim yang berbeda.
"Harusnya (kondisi iklim) tidak ada masalah untuk stok pangan, kalau satu daerah kemarau daerah lain bisa mengoptimalkan produksi," ujar dia.
Hal yang menghambat, menurut dia, justru ketergantungan petani terhadap ketersedian pupuk dan benih. "Ini jadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat mengadakan pupuk dan bibit disesuaikan dengan iklim di masing-masing daerah".
Menurut dia, pemerintah dan masyarakat perlu didorong untuk memanfaatkan kondisi iklim sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim.
Pemerintah dapat mengembangkan tanaman lokal yang memang lebih mampu beradaptasi terhadap iklim, dan bukan mengarahkan masyarakat petani menanam tanaman lain yang justru rentan terhadap perubahan iklim.
"Seperti di Maluku itu banyak yang meninggalkan (tanaman) pala, lada, dan tanaman asli sana yang lebih tahan terhadap perubahan iklim justru beralih ke sawit. Harusnya kalau mau mengembangkan pangan di luar Jawa ya harus cari yang memang cocok di wilayah itu," ujar dia.
Karena itu, ia mengingatkan bahwa iklim harus dilihat sebagai potensi, walau ada ancaman bencana di baliknya.(*)
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014