Di tengah-tengah kejuaraan Piala Thomas dan Uber di India, Federasi Bulu Tangkis se-Dunia (BWF) kembali memunculkan wacana perubahan aturan-aturan dalam permainan cabang olahraga ini.
"Bulu tangkis adalah olahraga yang bisa terus dikembangkan, termasuk dalam sistem penghitungan skor. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk membahasnya," kata Sekjen BWF, Thomas Lund.
Menurut Lund, BWF perlu membuka dialog dengan para anggota mengenai perubahan itu, agar generasi selanjutnya bisa menikmati olahraga bulu tangkis dengan sistem terbaik.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Demikian juga halnya dengan wacara perubahan sistem penghitungan ini.
Saat ini penghitungan skor permainan bulu tangkis menggunakan sistem 3x21 reli poin. Pemenang adalah pemain/pasangan yang telah memenangkan dua set.
Sistem ini resmi berlaku sejak 2006. Berarti sudah berjalan delapan tahun, menggantikan sistem klasik atau sisem pindah bola yang dirasa membuat pertandingan berlangsung lama, karena skor bisa tidak bergerak saat permainan berimbang.
Namun sistem reli poin hingga angka 21 pun bukan tanpa kelemahan.
Seperti terlihat pada kejuaraan Piala Thomas dan Piala Uber yang berlangsung 18-25 Mei di New Delhi, India.
Pemain cederung tidak segera mematikan lawan tapi mencari aman dengan permainan reli dan menunggu lawan membuat kesalahan.
Akibatnya jika kekuatan pemainnya relatif seimbang, pertandingan pun berlangsung lama, bahkan lebih dari satu jam.
Pada pertandingan beregu, perlu butuh waktu yang lama untuk menentukan pemenang.
Saat Jepang menghadapi Denmark di penyisihan Piala Thomas, Rabu (21/5) malam, total pertandingan dalam lima nomor itu hampir memakan waktu lima jam sehingga baru tuntas Kamis dini harinya.
BWF menggulirkan tiga opsi dalam penghitungan skor. Opsi pertama tetap seperti saat ini, tapi jika sampai game ketiga skor hanya sampai angka 11.
Opsi kedua adalah tiap game hanya sampai angka 15, dan ketiga tiap game hanya sampai angka 9 tapi pemenang harus merebut tiga game pertama.
Belum didukung
Tidak semua pihak menyambut antusias wacana perubahan ini.
Misalnya pemain Tiongkok Lin Dan, peraih emas Olimpade 2012 , yang melihat perubahan sistem skoring tersebut tidak ada manfaatnya, kecuali hanya membingungkan para pencinta olahraga ini.
"Tidak ada yang salah dengan sistem penghitungan seperti ini," kata Lin Dan saat tampil di Piala Thomas 2014 ini.
Pernyataan Lin Dan cukup masuk akal, karena di negara-negara seperti Tiongkok, dan juga Indonesia, bulu tangkis sudah sangat merakyat.
Bahkan di Indonesia turnamen bulu tangkis digelar dalam berbagai level, hingga di tingkat antar-rukun tetangga ()RT. Sehingga jika ada perubahan sistem, maka sosialisasinya tidak bisa secara cepat.
Sementara Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) akan mengkaji wacana yang digulirkan BWF tersebut, termasuk melihat keinginan para pemain.
"Kita akan kaji usulan itu dengan menanyakan kepada para pembina dan juga para pemain," kata Kasubid Hubungan Luar Negeri PB PBSI Bambang Rudianto di New Delhi, India.
Bambang mengatakan, pertemuan anggota BWF di New Delhi tersebut lebih bersifat ajang diskusi perihal perubahan sistem penghitungan tersebut.
Menurut dia, jika permainan bulu tangkis dipersingkat bisa menarik, tapi bisa juga tidak menarik.
Oleh sebab itulah perlu dicari sistem yang ideal, baik bagi pemain, penonton, maupun hal-hal terkait dengan penjualan hak siar dan sponsor yang menjadi penyandang dana suatu kejuaraan .
Sebagai olah raga yang sudah masuk agenda Olilmpiade, bulu tangkis juga dituntut untuk membuat cabang ini makin menarik, spotif, dan merata kekuatannya di berbagai negara.
Jika perubahan sistem skoring memang akan membuat bulu tangkis makin menarik, maka apa pun keputusan BWF nanti harus didukung semua pihak.
Pewarta: Teguh Handoko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014