Bogor (ANTARA News) - Dewan Guru Besar IPB akan menggelar pertemuan dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya dalam rangka membantu pemerintah kota mencari solusi terpadu menata perkotaan.Kita akan membicarakan banyak hal dengan wali kota, diantaranya manajemen Ruang Terbuka Biru, Ruang Terbuka Hijau dan solusi mengatasi pedagang kaki lima,"
"Kita akan membicarakan banyak hal dengan wali kota, diantaranya manajemen Ruang Terbuka Biru, Ruang Terbuka Hijau dan solusi mengatasi pedagang kaki lima," ujar Ketua Komisi B (Pengembangan Keilmuan dan Pemikiran Strategi) Dewan Guru Besar IPB, Prof Hadi Susilo Arifin di Kota Bogor, Jumat.
Prof Hadi mengatakan, pertemuan antara dewan guru besar IPB dan Wali Kota Bima Arya telah dijadwalkan pada Senin 9 Juni mendatang. Kedatangan anggota Dewan Guru Besar IPB nantinya akan diterima oleh Wali Kota Bogor. Bima Arya.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Prof Hadi, dewan guru besar akan memaparkan sejumlah pemikiran-pemikiran yang telah dihasilkan, serta gagasan terutama dalam menjadikan Bogor sebagai Kota yang ramah lingkungan.
"Kita membaca berita-berita, bahwa Wali Kota Bogor berkomitmen untuk menjadikan Bogor sebagai Kota Taman. Kami dewan guru besar IPB ingin berkontribusi dalam hal penyampaian pemikiran-pemikiran kami kepada beliau (wali kota-red)," ujar Prof Hadi.
Menurut dia, langkah Wali Kota Bogor Bima Arya untuk mengubah "image" Bogor sebagai Kota Sejuta Angkot menjadi kota sejuta taman adalah ide cemerlang yang perlu didukung dan diapresiasi.
Oleh karena itu, lanjut Prof Hadi, IPB dengan gudang ilmu dan ahli yang dimiliki siap membantu Pemerintah Kota Bogor dalam menata kota agar lebih cantik, indah dan nyaman.
Dia menyampaikan, sejumlah pokok pikiran yang akan disampaikan oleh Dewan Guru Besar yang akan dipimpin oleh dirinya sendiri yakni terkait manajemen Ruang Terbuka Biru.
Dia menjelaskan, Kota Bogor yang diapit dua sungai besar yakni Ciliwung dan Cisadane, menjadikan kawasan tersebut sebagai daerah aliran sungai yang bisa dikelola dan dikembangkan sebagai kota yang memiliki potensi sumber daya air.
Dalam manajemen Ruang Terbuka Biru, lanjutnya, beberapa kasus yang terjadi di beberapa Kota Bogor pada Daerah Aliran Sungai (DAS), badan air permukaan di dalam dan sekitar kota kerap menghadapi gangguan yang signifikan akibat dari reklamasi dan perubahan lahan serta pencemaran.
"Kita tahu, krisis air, yaitu terlalu banyak air mengakibatkan kebanjiran, terlalu sedikit air yang mengakibatkan kekeringan, dan air kotor akibat pencemaran, menjadi lebih serius dan akan menjadi besar kendala bagi pembangunan masa depan," ujar Prof Hadi.
Dia menyebutkan, Ciliwung merupakan DAS yang dianggap sebagai penyumbang terbesar terhadap terjadinya banjir di Jakarta. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait namun, permasalahan banjir tidak terselesaikan.
Manajemen Ruang Terbuka Biru, lanjutnya, telah dilakukan di Jakarta dan Bandung pada akhir-akhir ini dengan cara merehabilitasi, merevitalisasi atau bahkan merestorasi waduk-waduk, situ, danau, bantaran sungai, dan lain-lain harus tetap dilakukan oleh pemerintah kota dan pemerintah daerah serta pihak terkait.
"Pemberdayaan RTB ini bisa memberikan jasa lanskap atau jasa ekosistem baik berupa perlindungan tata air dan tanah, pengudaraan bagi ameliorasi iklim, konservasi, sumber daya hayati, produksi air minum, maupun irigasi serta perikanan, pengendalian erosi, sedimentasi dan kegunaan rekreasi," ujar Prof Hadi.
Sementara itu, Prof Cecep Kusuma selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah PascaSarjana IPB menambahkan, Kota Bogor layak menjadi "Eco City".
"Bogor itu gudangnya ilmuwan, undang IPB, kasih tugas IPB agar bisa menjadikan Bogor ini sebagai Eco City," ujarnya.
(KR-LR/F003)
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014