Perusahaan tersebut berlokasi di dua desa, yakni Desa Kubu Kandang Dalam dan Desa Simpang Kubu Kandang, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari.
Pencemaran ini diduga terjadi sejak perusahaan tersebut berdiri, dan sampai saat ini belum ada tindakan dari instansi terkait di Pemkab Batanghari maupun Pemprov Jambi termasuk pemerhati lingkungan, kata Dailami ketika dihubungi, Senin.
"Kami sudah turun ke lokasi dan melihat jelas limbah karet perusahaan tersebut mencemari Sungai Batanghari," kata Dailami anggota DPRD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Ia mengatakan, dari penelusuran di lokasi pembuangan limbah, mulai dari batas pagar pabrik ke luar pagar terlihat air yang berwarna hitam pekat mencemari tanah warga hingga ke Sungai Batanghari.
"Pencemaran limbah ini sudah sangat memprihatinkan, kami minta instansi terkait dan juga pemerhati lingkungan dapat turun langsung dan mengambil tindakan atas pencemaran ini," ujarnya.
Ia menjelaskan, ditemukan pula pembuangan siluman di hulu pabrik, agar tidak diketahui pihak pengawas dan juga warga desa setempat.
Pihak perusahaan, katanya, selalu membantah jika limbah milik perusahaannya mencemari lingkungan dan selalu beralasan akan memperbaiki saluran pembuangan limbah hingga ke Sungai Batanghari.
Dailami menduga ada pihak yang ikut "bermain" di perusahaan ini sehingga perusahaan tidak pernah tersentuh pengawasan lingkungan dari instansi pemerintah, apalagi hukum.
Kepala Desa Simpang Kubu Kandang, Salamuddin mengatakan, pencemaran limbah ini telah terjadi sejak tahun 2006, namun belum ada tindakan yang diambil oleh Pemkab Batanghari atau Pemprov Jambi, bahkan pemerintah pusat sekalipun.
Keluhan ini sudah lama dan sudah sering disampaikan oleh warga yang memanfaatkan air Sungai Batanghari untuk keperluan sehari-hari.
Ia mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang tidak menindaklanjuti laporan warga yang merasa dirugikan akibat pencemaran tersebut.
Menurut Salamuddin, beberapa tahun lalu pencemaran ini telah berdampak pada tanaman/kebun duku dan pisang warga setempat yang pernah mati dan sudah diganti rugi oleh pihak perusahaan.
Selain kebun warga yang tercemar, ikan keramba warga yang berada di aliran Sungai Batanghari ikut terancam. Banyak ikan keramba warga yang mati diduga akibat limbah karet tersebut.
Hal senada dikatakan Kepala Desa Kubu Kandang Dalam ,Musa yang mengakui PT ABP pada 2007 didatangi Gubernur Jambi saat dijabat Zulkifli Nurdin, namun hingga kini masalah limbah itu belum bisa diatasi oleh pihak terkait.
Selain pencemaran limbah, bau menyengat dari pabrik karet tersebut juga membuat masyarakat terganggu, seperti warga sekitar dan juga Pondok Pesantren Irsyadul Ibad yang berdampingan dengan lokasi perusahaan.
Solihin, seorang pengurus Ponpes Irsyadul Ibad mengatakan, setiap hari sudah menjadi kebiasaan para santri dan juga para guru yang mengajar di ponpes ini menghirup bau busuk dari pabrik karet PT ABP.
Sementara itu, Humas PT ABP Herlis ketika dikonfirmasi belum lama ini soal keluhan kepala desa menyatakan pihaknya telah memperbaiki semua sarana pembuangan limbah.
Ia menjelaskan, jarak antara pembuangan limbah pabrik karet dengan Sungai Batanghari sekitar 200 meter dan ini sudah mengikuti standar dan ketentuan yang berlaku.
Herlis membenarkan bahwa sampah karet dengan potongan kecil tersebut dibuang ke Sungai Batanghari.
Selain itu, pihak perusahaan sudah membuat dua instalasi pembuangan air limbah (IPAL) di kolam limbah. Namun ia membantah bahwa pembuangan kotoran karet tersebut telah mencemari air Sungai Batanghari.
(KR-NF/E003)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014