"Secara umum, pemadaman akan berdampak signifikan karena tanpa pemadaman saja kebutuhan energi untuk industri nasional belum mencukupi, apalagi jika terjadi pemadaman mereka akan merugi," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economist and Finance (Indef) Eko Listianto di Jakarta, Rabu.
Eko mengatakan besarnya dampak terhadap industri nasional tersebut tergantung durasi pemadaman yang dilakukan PLN karena sektor tersebut masih tergantung pada pasokan listrik dari PLN.
Secara umum, kata Eko, industri nasional sudah terpukul dengan pembatasan penjualan solar bersubsidi yang berdampak naiknya biaya jasa transportasi distribusi apalagi jika terjadi pemadaman listrik di sejumlah wilayah Indonesia.
"Industri padat karya sangat tergantung listrik, tekstil misalnya, 70 persen proses produksinya menggunakan listrik," kata Eko.
Eko menjelaskan jika terjadi pemadaman maka industri akan berpotensi menanggung risiko berkurangnya pendapatan karena tidak tercapainya target produksi.
"Mayoritas industri memiliki target dan perjanjian dengan pembeli, jika terjadi pemadaman maka angka produksinya berkurang dan industri itu sendiri yang menanggung risiko," katanya.
Eko berpendapat pemerintah seharusnya menjamin ketersediaan sumber energi solar dan listrik supaya kegiatan produksi di berbagai industri tidak terhenti bukannya mengambil kebijakan pembatasan yang berdampak luas.
"Jika memang harganya harus naik ya dinaikkan saja asal listrik dan solar tersedia. Meskipun harganya lebih tinggi namun industri akan memasukannya dalam biaya produksi," katanya.
Solusi jangka pendeknya, kata Eko, harus diselesaikan di internal PLN dan Pertamina supaya tidak terjadi pemadaman yang berdampak buruk. Sementara solusi jangka panjangnya, PLN harus membangun banyak pembangkit listrik yang tidak menggunakan BBM, kata Eko.
(A023/I007)
Pewarta: Alviansyah Pasaribu/Ahmad Buchori
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014