• Beranda
  • Berita
  • Semburan api dan lumpur di Ngawi berkekuatan kecil

Semburan api dan lumpur di Ngawi berkekuatan kecil

9 September 2014 19:27 WIB
Semburan api dan lumpur di Ngawi berkekuatan kecil
Semburan Gas. Warga menonton semburan api di persawahan Desa Sidolaju, Widodaren, Ngawi, Jatim, Kamis (19/9). Semburan tersebut terjadi ketika warga melakukan pengeboran untuk menambah kedalaman sumur pompa untuk irigasi, yang mengakibatkan terjadinya semburan air, lumpur dan gas, dan ketika ada warga yang menyulutkan api mengakibatkan semburan api hingga ketinggian 6 meter. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Jika airnya asin maka pengeboran telah sampai ke lapisan formasi migas yang mencapai kedalaman ribuan meter. Ini airnya tidak asin karena kedalaman pengeboran hanya sekitar 100 meteran."

Ngawi (ANTARA News) - Petugas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Timur mengemukakan semburan api dan lumpur yang keluar dari sumur di area persawahan Desa Sidolaju, Kabupaten Ngawi, berkekuatan kecil.

"Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang kami lakukan di lokasi, sumur bor yang mengelurkan gas yang terbakar dan lumpur tersebut berpotensi kecil sehingga warga tidak perlu takut," ujar Kepala Bidang Pertambangan Umum dan Migas pada Dinas ESDM Provinsi Jatim Didik Agus Widjanarko, di Ngawi, Selasa.

Menurut dia, kesimpulan tersebut ditunjukkan dari semburan api dan lumpur yang telah berkurang hingga 50 persen jika dibandingkan dengan hari pertama muncul pada Senin (8/9). Selain itu, juga dilihat dari air yang ada di sekitar semburan yang tidak asin.

"Jika airnya asin maka pengeboran telah sampai ke lapisan formasi migas yang mencapai kedalaman ribuan meter. Ini airnya tidak asin karena kedalaman pengeboran hanya sekitar 100 meteran," kata Didik.

Melihat dari kondisi tersebut, maka dipastikan semburan akan berhenti (mati) dalam beberapa hari ke depan. Meski demikian, pihaknya tidak dapat memastikan kapan semburan lumpur dan gas yang menyebabkan kebakaran tersebut akan benar-benar berhenti.

Hal tersebut seperti terjadi di beberapa lokasi lain yang ada di Jawa Timur. Pengalaman yang ia amati, semburan paling lama bertahan adalah satu setengah bulan. Sementara di Ngawi sendiri telah terjadi hal serupa sebanyak tiga kali, yakni di Kecamatan Pangkur dan Widodaren.

Lebih lanjut ia menjelaskan, semburan lumpur dan gas yang menyebabkan kebakaran tersebut terjadi akibat adanya cekungan atau jebakan gas di perut bumi. Potensi semburan yang ditimbulkan tergantung kedalaman dan besaran gas yang ada di perut bumi.

"Bisa saja di daerah Ngawi memiliki banyak gas di perut buminya. Hanya, untuk mengetahuinya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Jika kekuatannya besar, bisa seperti sumber migas yang ada di Cepu dan lainnya," terang Didik.

Meski berpotensi kecil, pihaknya meminta instansi terkait di Pemkab Ngawi tidak lengah. Pemantauan tetap harus dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Ia juga mengimbau warga Ngawi, terutama warga Desa Sidolaju dan sekitarnya, untuk berhati-hati saat melakukan pengeboran karena di daerah tersebut dimungkinkan mempunyai kandungan gas bumi yang terjebak. Sehingga berpotensi mengeluarkan semburkan gas yang terbakar dan lumpur saat dilakukan pengeboran.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan dan Pertambangan Kabupaten Ngawi, Hadi Suroso, mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan BPBD Ngawi dan PLN untuk mengatispasi jika ada dampak yang ditimbulkan dari fenomena semburan api dan lumpur tersebut. Sebab, lumpur yang keluar sebagian meluber ke area persawahan warga dan semburan api juga mengancam keberadaan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang ada di lahan sekitar.

Seperti diketahui, Warga Dusun Sidorejo, Desa Sidolaju, Kecamatan Widodaren, dibuat kaget dengan semburan api dan lumpur yang keluar saat mengebor sumur. Beruntung, tidak ada korban jiwa saat api dan lumpur menyembur dari dalam sumur. Hingga kini, polisi masih memasang garis polisi di sekitar sumur untuk membatasi warga yang ingin melihat.  (SAS/M026)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014