Mizan siasati pergeseran buku cetak ke digital

11 September 2014 17:22 WIB

Mizan sudah meredefinisi bukan lagi penerbit buku, tetapi juga penyedia informasi dan konten

Jakarta (ANTARA News) - Penerbit Mizan Group menyiasati pergeseran dari buku cetak ke buku digital yang mulai marak sejak beberapa tahun terakhir.

Presiden Direktur Mizan, Haidar Bagir, dalam peluncuran di Jakarta, Kamis, mengatakan pergeseran disebabkan oleh perkembangan informasi yang semakin pesat memasuki era konvergensi media di mana tulisan, gambar, suara, dan film bergabung.

"Masa depan penerbitan 10 atau 15 tahun lagi, Mizan sudah meredefinisi bukan lagi penerbit buku, tetapi juga penyedia informasi dan konten," kata Haidar.

Dia memperkirakan sejak tiga tahun terakhir, suatu saat buku cetak penjualannya akan turun dan konsumen beralih ke buku digital, seperti halnya piringan hitam yang sekarang ini dijual untuk kebutuhan kolektor bukan secara massal.

"Mau tidak mau kita harus masuk ke sini, jadi ini adalah satu pertentangan yang alami dari sejarah kita sebagai penerbit informasi, sekarang menggunakan platform media," latanya.

Karena itu, untuk menyeimbangi konvergensi media, Mizan meluncurkan aplikasi pembelian buku secara online dan dalam bentuk digital yang bernama "Mizan Digital Initiatives".

Haidar menjelaskan aplikasi tersebut bisa didapatkan di Google Store atau di iStore dan pelanggan akan mendapatkan akses untuk memilih buku yang mana yang dipesan.

Cara pembayarannya, lanjut dia, bisa menggunakan paypal atau pun voucher.

"Bisa diunduh lewat Google atau Apple, klik yang dicari langsung keluar langkah-langkahnya," katanya.

Bukan hanya menyediakan aplikasi pembelian buku, tetapi juga aplikasi e-Hajj, Quran Memorization Tools, Game Muslim Village dan lainnya.

"Kalau pun hanya pesan satu, bisa kita cetak dengan order on demand," katanya.

Tantangan

Namun, Haidar memaparkan tantangan yang harus dihadapi pembelian buku online.

Pertama, kata dia, kesadaran masyarakat yang belum terbiasa dengan hak cipta.

"Pengguna internet kita ini biasa menggunakan konten gratisan atau bajakan, jadi mereka tidak biasa membeli buku digital yang asli," katanya.

Kedua, lanjut Haidar, masalah pembayaran, sebagian masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya percaya akan akun-akun pembayaran yang dikhawatirkan akan dibobol.

"Masih ada kekhawatiran, tetapi ini hanya persoalan waktu," katanya.

Ke kedepannya, Haidar mengatakan akan tetap mengikuti perkembangan teknologi dan untuk konten masih berbasis pendidkan akhlak.

(J010)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014