Jakarta (ANTARA News) - Indonesia harus lebih serius mengembangkan kendaraan dengan energi baru dan terbarukan, bila tidak ingin kalah bersaing dan tertinggal dibandingkan dengan negara lain.Tiongkok akan memulai kendaraan listrik tahun depan, melalui bus yang menjadi tranportasi publik."
"Tiongkok kelihatannya sangat agresif mengembangkan kendaraan dengan energi listrik (electric vehicle)," kata Direktur Corporate & External Affair PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas, di sela-sela Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014 di Jakarta, Selasa.
Made yang baru kembali dari Dialog Otomotif APEC di Shanghai, Tiongkok, pekan lalu mengatakan pada forum yang dihadiri banyak negara yang menjadi produsen otomotif tersebut dibahas mengenai new energy vehicle (NEV).
"Tiongkok akan memulai kendaraan listrik tahun depan, melalui bus yang menjadi tranportasi publik," ujarnya.
Semua negara sepakat tentang pentingnya pengembangan kendaraan dengan energi baru dan terbarukan, mengingat energi fosil (BBM) akan habis, disamping dampak lingkungan.
Made yang menjadi pemimpin delegasi Indonesia pada forum tersebut mengatakan Amerika Serikat melalui Ford presentasi tentang mobil masa depan dengan energi baru.
Sayangnya, lanjut dia, Indonesia belum memiliki peta jalan yang jelas tentang pengembangan NEV tersebut, apakah menggunakan gas, biofuel, atau bahan bakar jenis lainnya.
"Kita belum jelas apakah akan menggunakan gas atau biofuel. Padahal Indonesia sangat membutuhkan pengganti BBM untuk kendaraan," katanya.
Menurut dia, sejumlah negara telah mempersiapkan pengembangan kendaraan dengan energi baru seperti gas, biofuel, listrik, atau hidrogen.
Untuk itu, kata Made, pemerintah harus membuat jadwal kapan pengaplikasian NEV tersebut, bagaimana dilaksanakan, dan dukungan kebijakannya.
Hal itu juga dinilainya penting mengingat adanya desakan berupa usulan dari Amerika Serikat untuk melakukan perdagangan bebas di bidang otomotif di kawasan Trans-Pasifik. Selain itu, juga ada usulan perdagangan bebas regional ASEAN +6.
"Pemerintah harus hati-hati dengan usulan perdagangan bebas tersebut. Kaji dulu lebih dalam," ujar Made yang juga Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Kebijakan Industri, mengingatkan.
Menurut dia, pemerintah harus terus meningkatkan daya saing industri otomotif nasional, sebelum melakukan perdagangan bebas yang lebih luas cakupannya.
Ia menilai untuk membuka perdagangan bebas yang lebih besar di luar ASEAN, industri otomotif masih butuh lebih dari lima tahun agar bisa bersaing lebih kuat dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat. (*)
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014