Perubahan iklim picu permukaan laut naik

24 September 2014 09:10 WIB
Perubahan iklim picu permukaan laut naik
Rehabilitasi Hutan Mangrove Seorang warga dari kelompok tani Junti Indah Lestari memeriksa kondisi tanaman mangrove yang baru di tanam di pantai Dadap, Juntiyuat, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (16/3). menurut Direktur Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutananan (Kemenhut), 40% dari total hutan mangrove seluas 3,7 juta di Indonesia perlu direhabilitasi. (FOTO ANTARA/Dedhez Anggara) ()

Diperkirakan kerusakan hutan bakau, terumbu karang dan ladang lamun terus mengalami peningkatan seiring aktivitas penambangan yang marak di sepanjang pesisir, pulau kecil dan tengah laut lepas.

Jakarta (ANTARA News) - Perubahan iklim yang cukup ekstrim memicu permukaan air laut naik dan sebagai dampaknya menimbulkan kerusakan lingkungan laut dan pesisir.

"Perubahan iklim dalam dua dekade ini telah menunjukan dampaknya, terutama negara kepulauan yang mengalami kenaikan permukaan air laut sehingga mengancam kehilangan negara dan menjadi pengungsi ke negara tetangga yang lebih besar," kata Pengkampanye Pesisir dan Laut Walhi, Ode Rakhman, di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan, permasalahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak hanya dipersoalan ruang hidup akibat kebijakan korporasi dan konsep open access yang tidak bersandar pada pengelolaan kolektif masyarakat pesisir.

Tetapi, kata dia, kerusakan dan pencemaran ekosistem penting di wilayah pesisir yaitu terumbu karang, hutan bakau (mangrove), dan padang lamun, sebagai dampak aktivitas penambangan, limbah industri dan lainnya.

Selain itu, Perubahan iklim ini dimana campur tangan manusia terjadi melalui peningkatan gas rumah kaca terutama karbondioksida hingga menembus angka 400 ppm dari batas aman 350 ppm di atmosfer bumi telah memicu beragam dampak negatif seperti cuaca ekstrim yang makin dan memurukan masyarakat pesisir terutama di pulau-pulau kecil.

"Ketiga ekosistem ini merupakan satu kesatuan unit ekologi yang saling berkaitan, apabila satu rusak akan mempengaruhi ekosistem lainnya," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup 2008, luas potensial  hutan bakau Indonesia mencapai 9.204.840,32 hektare dengan luasan kondisi baik 2.548.209,42 hektare, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 hektare, kondisi rusak berat 2.146.174,29 hektare.

"Diperkirakan kerusakan hutan bakau, terumbu karang dan ladang lamun terus mengalami peningkatan seiring aktivitas penambangan yang marak di sepanjang pesisir, pulau kecil dan tengah laut lepas," ujarnya.

Menurut dia, hutan bakau merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh di sepanjang pantai, muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Fungsi ekologi hutan bakau antara lain sebagi pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, tempat pemijahan dan pembesaran serta mencari makan berbagai biota perairan.

Selain itu, melindungi terumbu karang dan pada lamun dari gempuran sendimen daratan. mengurangi erosi di daerah pesisir dan melindungi pantai dari dampak gelombang, angin dan ombak besar.

Untuk itu, kata dia, hutan bakau ini harus mendapatkan perhatian khusus pemerintah dengan memperkuat rezim perlindungan pesisir, memperbaiki infrastruktur di wilayah pesisir yang merupakan baris terdepan dari Indonesia.

"Pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan dan kelestarian hutan bakau ini, karena dapat mengurangi perubahan iklim dan melindungi wilayah pesisir dari abrasi pantai dan naiknya permukaan air laut," ujarnya. (*)

Pewarta: Aprionis
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014