Hal itu disampaikan Dubes Rachmat Budiman dalam kapasitas sebagai Ketua Delegasi Indonesia pada Sidang General Conference ke-58 Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA), yang berlangsung di Wina, Austria, dari 22 hingga 26 September.
Counsellor KBRI/PTRI Wina, Dody Kusumonegoro kepada Antara London, Rabu mengatakan Delegasi Indonesia pada Konferensi tersebut terdiri dari para pejabat dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan KBRI/PTRI Wina.
Dubes Rachmat Budiman menyatakan dalam sesi General Debate Sidang tersebut Indonesia telah menerbitkan "The Indonesian Nuclear Energy Outlook (INEO)" Agustus lalu sebagai salah satu referensi nasional dalam pembangunan energi di Indonesia.
Berdasarkan dokumen tersebut, terdapat keperluan bagi Indonesia untuk memanfaatkan pembangkit listrik tenaga nuklir untuk menunjang ketersediaan energi nasional. Untuk itu Pemerintah telah menyelesaikan studi kelayakan komprehensif yang mencakup pula site study di Pulau Bangka.
Guna meningkatkan pemahaman dan penerimaan publik atas pembangkit listrik tenaga nuklir, Indonesia akan membangun Reaktor Daya Non-Komersial (RDNK) yang dimaksudkan sebagai pembuktian kelayakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia, baik dari aspek keselamatan dan keandalan operasi maupun aspek penguasaan dan pengembangan teknologi.
Reaktor tersebut juga akan digunakan sebagai sarana pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam pembangunan, pengoperasian, dan perawatan pembangkit listrik tenaga nuklir, dan pengembangan riset kogenerasi yaitu pemanfaatan PLTN untuk pembangkit listrik dan sekaligus untuk mendukung industri proses seperti pengolahan mineral, minyak mentah (oil refining), coal liquafaction, dan desalinasi.
Aplikasi kogenerasi ini ditujukan untuk mendukung program peningkatan nilai tambah terhadap komoditas ekspor Indonesia di bidang sumber daya mineral.
(H-ZG/E001)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014