Makassar (ANTARA News) - Dewan Pers melakukan ajudikasi atau proses hukum lebih dominan yakni sekitar 90 persen kasus pengaduan pers dibandingkan melalui mediasi yang hanya 10 persen.Dari kasus yang masuk ke Dewan Pers, itu lebih banyak diajudikasi daripada mediasi, setelah menelah dan menimbang kasus yang dilaporkan,"
"Dari kasus yang masuk ke Dewan Pers, itu lebih banyak diajudikasi daripada mediasi, setelah menelah dan menimbang kasus yang dilaporkan," kata Anggota Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo pada sosialisasi panduan dan kuesioner Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Dewan Pers di Kota Makassar, Selasa.
Menurut dia, penyelesaian kasus yang terkait dengan pers dilakukan dengan mediasi dan ajudikasi. Penyelesaian dengan mediasi menekankan "win-win sollution" atau saling menguntungkan.
Namun jika ada pihak yang merasa dirugikan dan tidak dapat ditempuh dengan mediasi, maka ditempuh cara ajudikasi atau melalui proses hukum.
Sementara mengenai jumlah kasus pengaduan pada 2103, Dewan Pers mencatat terdapat 780 kasus pengaduan dengan tiga jenis pengaduan yang mendominasi.
Ketiga jenis pengaduan itu adalah pelanggaran etik dari media, pelanggaran pers asusila dan prilaku jurnalis. Ketiga persoalan itulah yang dimediasi Dewan Pers, namun jika tidak memungkinkan melakukan mediasi, maka ditempuh ajudikasi.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Sulsel Dr Aswar Hasan mengatakan, dengan adanya KIP yang direncakanakan rampung penyusunannya pada 2015 akan menjadi babak baru dalam perjalan pers di Indonesia.
"IKP itu penting sekali karena akan menjadi standar melihat sejauh mana demokrasi itu berlangsung di suatu negara," katanya.
Selama ini, lanjut dia, Indonesia sudah diklaim dunia sudah melakukan demokrasi, namun masih banyak indikator-indikotor yang belum dilaksanakan secara komplementer terhadap prinsip demokrasi, salah satunya adalah kebebesan pers.
(S036/A034)
Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014