"Jadi setiap hari jumlah desa yang terkena dampak kekeringan terus bertambah seiring belum datangnya musim hujan," kata Kepala BPBD NTB Wedha Magma Ardhi di Mataram, Jumat.
Dikatakannya, ke 200 desa tersebut tersebar di sembilan kabupaten/kota di wilayah NTB. Dimana, rata-rata penduduk desa yang terkena dampak kekeringan tersebut mengalami kesulitan air bersih, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun lahan pertanian.
Menurutnya, kondisi itu akan terus bertahan sampai dengan bulan Nopember atau Desember sebab berdasarkan informasi Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Selaparang-Bandara Internasional Lombok (BIL) dan Stasiun Klimatologi Kediri, Lombok Barat memprediksi kekeringan dalam keadaan hari tanpa hujan di seluruh NTB sudah 60 hari tanpa hujan.
"Jadi wilayah kita ini sudah tidak ada hujan lagi selama kurun waktu 60 hari sampai bulan Desember, sesuai dengan perkiraan BMKG," ucapnya.
Oleh karena itu, menyusul kekeringan tersebut, pihaknya juga telah berkoordinasi kepada sembilan kabupaten/kota yang terkena dampak di antaranya Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Barat dan Kota Bima untuk terus melakukan pemantauan dan menyalurkan bantuan, terutama air bersih, dan makanan kepada warga masyarakat yang paling terkena dampak kekeringan.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar pemerintah kabupaten/kota untuk terus melaporkan eskalasi ancaman bahaya kekeringan di daerah masing-masing. Termasuk, mendistribusikan sejumlah bantuan yang telah diberikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kepada masing daerah yang terkena dampak kekeringan.
"Kita sudah distribusikan air bersih, pangan, dan dana Rp100 juta kepada kabupaten/kota yang mengalami kekeringan. Bahkan, meski terkena kekeringan pemerintah Kabupaten Dompu justru menolak bantuan yang diberikan karena masih bisa mengatasi hal tersebut," ujarnya.
Disamping menyalurkan bantuan pihaknya juga telah memberikan 150 unit tandon air yang di distribusikan ke seluruh kabupaten yang terkena kekeringan. Termasuk, pembuatan sumur bor di delapan titik yang tersebar di pulau Lombok.
Sementara, Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTB Bachrudin tidak memungkiri akibat kekeringan tersebut, masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan air bersih.
Namun, demikian menyusul luasnya daerah yang mengalami kekeringan pihaknya mengaku kesulitan menyalurkan air bersih, dikarenakan luas wilayah dengar truk tangki pengangkut air tidak sebanding. Akan tetapi ia memastikan krisis air bersih yang melanda masyarakat tersebut masih bisa diatasi pemerintah daerah.
"Yang jelas masyarakat masih dapat menikmati air bersih dari pemerintah yang di distribusikan melalui mobil-mobil tangki ke desa mereka," kata Bachruddin.
Ia menambahkan, dalam sehari ada 5-6 unit mobil tangki air bersih diturunkan ke desa-desa yang dianggap paling parah kekeringannya. Selain, disebutkan Bachrudin beberapa desa yang pada awal lebih dulu dilanda kekeringan hingga kini masih menghadapi krisis air bersih, seperti Desa Batu Nampar, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Kendati mengakui terkejut karena bencana kekeringan mulai lebih awal dari biasanya yakni dari bulan April, padahal sebelumnya biasa terjadi antara bulan Juni hingga akhir Oktober. Kondisinya belum terlalu parah, sehingga pendistribusian air bersih masih bisa diatasi.
"Kita di minta suplai air itu minimal empat kali seminggu atau sekitar 20 ribu liter per minggu. Karena asumsinya kebutuhan air bersih warga di lokasi bencana kekeringan 40 liter per KK," jelasnya.
Sedangkan, anggaran pendistribusian air bersih itu bersumber dari APBD Provinsi NTB yang dialokasikan setiap tahun anggaran. Akan tetapi dalam menghadapi situasi seperti itu, kedepan Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama pemerintah kabupaten/kota perlu memperbanyak kendaraan yang mendistribusikan air bersih, guna mengatasi kekeringan yang terjadi setiap tahun.
"Jadi ada dua hal yang perlu disiagakan menghadapi bencana kekeringan perbanyak truk tangki dan pembuatan sumur bor," kata Bachrudin.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014