Jakarta (ANTARA News) - Biola milik WR Supratman saat ini tersimpan di Museum Sumpah Pemuda dan tidak dipamerkan bersama koleksi museum lainnya.Kadang sesekali dimainkan. Meski sudah lama, tapi masih bagus."
Alat musik gesek tersebut digunakan untuk mengiringi "Indonesia Raya" saat dikumandangkan pertama kali pada Kongres Pemuda Kedua di Gedung Kramat 106 Jakarta, 28 Oktober 1928.
"Sejak munculnya peristiwa beberapa koleksi asli di beberapa museum hilang, kami tidak berani menampilkan biola asli ke publik. Alasannya demi keamanan saja, karena biola tersebut saksi sejarah yang tidak terukur nilainya," kata Humas museum Sumpah Pemuda, Bakhti Ari.
Awalnya, biola itu dibeli W.M. Van Eldick di Makassar pada 1914 sebagai hadiah bagi Wage Rudolf Supratman.
Biola ini mengantar Supratman menjadi pemain band Black and White Jazz Band, Makassar, pemain biola di Gedung Societet Concordia (Gedung Merdeka) Bandung, 1924.
WR Supratman dilahirkan tahun 1903 dan meninggal 17 Agustus 1938 di Surabaya dan dimakamkan di kota yang sama.
Sepeninggalan WR Supratman, biola tersebut dirawat oleh kakaknya, Roekijem Soepratijah, hingga pada 1974 biola tersebut disumbangkan Roekijem seiring peresmian museum.
Biola buatan Nicolaus Amateus Fecit ini terbuat dari tiga jenis kayu yaitu cyprus atau jati Belanda untuk papan depan, maple Italia untuk papan samping, papan belakang, leher dan kepala biola serta kayu eboni Afrika Selatan untuk bagian senar holder, penggulung senar, kriplang dan end pin.
Alat musik yang dimainkan dengan cara digesek ini termasuk model Amatus, berukuran 4/4 atau standar dengan panjang badan 36 centimeter, lebar badan pada bagian terlebar 20 centimert dan 11 centimer bagian tersempit, tebal tepian biola 4,1 centimeter dan tebal bagian tengah 6 centimeter.
Bakhti menjelaskan, perawatan biola dilakukan khusus dan tidak boleh sembarangan. Cara membersihkannya menggunakan kayu putih sepekan sekali.
"Sebelum Idris Sardi meninggal dunia, beliau yang merawat dan datang sebulan sekali untuk membersihkannya. Kadang sesekali dimainkan. Meski sudah lama, tapi masih bagus," katanya.
Sementara itu Kepala Museum Sumpah Pemuda Agus Nugroho mengemukakan maestro Idris Sardi setiap kali melakukan perawatan didahului dengan mengeluarkan biola yang asli dari tasnya di tempat penyimpanan khusus untuk dibersihkan.
"Biasanya biola ini diangin-anginkan sebentar, lalu diberi minyak dan dikendurkan senarnya," kata Agus.
Menurut Agus, setelah dikendurkan, biola akan dimainkan untuk menjaga kemerduan suaranya sehingga ketika dimainkan bunyinya tetap sama seperti dulu ketika pertama kali dimainkan.
Sepeninggal Idris Hadi, staf Museum Sumpah Pemuda menggantikan Idris dalam membersihkan biola.
"Menurut Idris, biola ini harus dirawat seperti merawat manusia menggunakan hati sehingga ketika dimainkan pun suaranya tidak akan berubah," katanya.
Replika biola yang dipamerkan di dalam kotak kaca, lanjut Agus, meski tidak asli namun sangat mirip dan nyaris tidak ada bedanya, kecuali bunyi jika dimainkan.
Oleh Fiqih Arfani dan Hendrina Dian Kandipi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014