"Harusnya ada revolusi mental agar ada keadilan bagi daerah penghasil migas. Indonesia perlu mencontoh Malaysia dalam dana bagi hasil migas yang adil bagi daerah penghasil," kata Didi Setiarto, pada acara pelatihan SKK Migas untuk kalangan jurnalis, di Pekanbaru, Kamis.
Ia menilai, pembagian DBH yang sangat minim bagi daerah penghasil membuat kontraktor pengelola wilayah kerja kerap kesulitan dalam hal perizinan di daerah.
Hal itu menurut dia disebabkan pemerintah daerah merasa tidak antusias karena yang didapatkan tidak sebanding dengan hasil bumi yang diambil.
Dia mengemukakan, revisi aturan DBH Migas merupakan kewenangan dari pemerintah, dalam hal ini menteri keuangan.
"Kalau pembagian DBH adil, pemerintah daerah akan semangat untuk memberi kemudahan bagi kontraktor," ujarnya.
Selain itu, Didit menyinggung soal keterlibatan perusahaan daerah untuk bisa mengelola wilayah kerja dan mendapat saham partisipasi sebesar 10 persen.
Menurut dia, semangat ingin mengelola sumber daya alam oleh pemerintah daerah mungkin tidak disertai kesiapan finansial dan sumber daya manusia untuk menerima resiko tinggi dari bisnis migas.
Didi mengemukakan, akibat hal tersebut perusahaan daerah hanya menjadi tameng perusahaan asing untuk mengambil keuntungan.
"Semangat nasionalisme seperti itu bagaikan membentuk perusahaan Ali Baba. Si Baba yang merupakan perusahaan asing yang banyak mendapat untung, tapi Ali (pemerintah daerah) akan merugi dan dampaknya rakyat juga yang dirugikan," lanjut Didi.
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014