"Budi daya cacing ini kalau ditekuni serius keuntungan yang diperoleh lumayan besar. Ada dua keuntungan ekonomi yang diperoleh yakni dari hasil pembesaran cacing sendiri dan dari tanah bekas cacing atau kascing yang sangat laku dijual sebagai pupuk," kata pembudidaya cacing Mulyono, Kamis.
Menurut warga Dusun Grumbul Gede, Selomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini saat ini cacing tanah banyak dibutuhkan sebagai bahan pembutan obat dan kosmetika.
"Selain itu tanah bekas budi daya cacing ini juga sangat laku, karena sangat bagus untuk pupuk tanaman di sawah, ladang maupun untuk media tanaman bunga-bunga," katanya.
Ia mengatakan, untuk budi daya cacing obat ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan media tumbuh cacing dengan ukuran menyesusaikan lahan yang tersedia atau sesuai keinginan.
"Media tumbuh cacing ini terbuat dari kotoran ternak sapi yang masih segar, kemudian diangin-anginkan selama sepuluh hari untuk menghilangkan kandungan gas metan," katanya.
Mulyono mengatakan, setelah media tumbuh cacing telah siap, kemudian baru memasukkan bibit cacing.
"Setelah bibit cacing dimasukkan dalam media tumbuh, pemeliharaannya cukup mudah, tinggal menyiram media tumbuh dari kotoran sapi tersebut agar terjaga kelembabannya," katanya.
Ia mengatakan, dengan kondisi kelembaban yang terjaga, cacing akan tumbuh besar dan dapat dipanen setiap tiga bulan sekali.
"Setelah dipanen nanti sudah ada pembeli yang menampung dari Semarang, Jawa Tengah untuk diekspor ke Jepang sebagai bahan obat," katanya.
Sedangkan kotoran cacing, atau tanah bekas cacing, kata dia, juga sangat laku dijual untuk pupuk.
"Satu kilogram kascing ini dihargai Rp700, sedangkan untuk membeli satu rit kotoran sapi segar sekitar Rp500 ribu yang dapat menghasilkan satu ton pupuk kascing," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014