• Beranda
  • Berita
  • 45 persen sungai di Kalimantan Selatan berpotensi tercemar

45 persen sungai di Kalimantan Selatan berpotensi tercemar

3 Desember 2014 17:14 WIB
45 persen sungai di Kalimantan Selatan berpotensi tercemar
Sebuah feri penyeberangan Banjarmasin-Barito Kuala melintasi Sungai Barito di Kalimantan Selatan yang diselimuti kabut asap, Rabu (15/10). (ANTARA FOTO/Herry Murdy Hermawan)

Hampir setengah dari jumlah sungai di Kalimantan Selatan berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan...

Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset Greenpeace Indonesia mengindikasikan sekitar 3.000 kilometer atau sekitar 45 persen sungai di Kalimantan Selatan mengalir melewati kawasan tambang batubara dan berpotensi tercemar limbah berbahaya dari kegiatan pertambangan.

"Ini masalah serius yang harus segera diatasi. Sepertiga wilayah Kalimantan Selatan telah menjadi wilayah tambang batubara. Karena jumlah pertambangan batubara sangat banyak, hampir setengah dari jumlah sungai di Kalimantan Selatan berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan," kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara Arif Fiyanto di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan kebocoran yang kini terjadi serta potensi luapan atau rembesan dari kolam yang terkontaminasi polutan di konsesi tambang membawa bahaya besar bagi sungai, rawa, dan anak sungai di kawasan sekitar.

Dari 29 sampel yang diuji Greenpeace, 22 sampel yang diambil dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang bekas tambang dari lima konsesi pertambangan batubara di Kalimantan Selatan memiliki derajat keasaman (pH) sangat rendah, jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah.

Dari seluruh sampel yang diambil dari kolam penampungan limbah dan lubang bekas tambang,18 di antaranya mempunyai pH dibawah empat, dan hampir semuanya mengandung konsentrasi logam tinggi.

"Data tersebut menunjukkan bahaya yang nyata dari limbah berbahaya yang dilepaskan oleh perusahaan tambang ke badan-badan air dan lingkungan di sekitar konsesinya. Itu bukan hanya mencemari air tetapi juga menghancurkan bentang alam di Kalimantan Selatan," ujar Arif.

Arif juga mengatakan bahwa sungai merupakan urat nadi perekonomian bagi masyarakat di Kalimantan Selatan.

"Masyarakat di sana mungkin tidak tahu apa yang akan mereka alami kalau mereka terus konsumsi air sungai itu, apa yang mereka hadapi kalau mereka gunakan untuk minum, mandi, cuci. Tapi  jangka panjang pasti mereka akan terdampak akibat penambangan batubara yang sangat serampangan dan tidak bertanggung jawab," jelasnya.

Greenpeace mengeluarkan rekomendasi dan tuntutan, antara lain perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang meraup untung dari aktivitas pertambangan yang kotor dan ilegal, supaya bertanggung jawab secara hukum dan moral untuk memulihkan lingkungan dari aktivitas ilegal mereka, untuk mengurangi limbah dari badan-badan air, atau izin dari perusahaan tersebut harus dicabut.

Organisasi kampanye lingkungan itu juga menuntut perusahaan yang terbukti melanggar hukum bertanggung jawab membiayai operasi pembersihan, bahkan jika izin pertambangan mereka sudah selesai atau dicabut, karena masalah air asam tambang akan bertahan selama beberapa dekade.

Greenpeace menyatakan pemerintah tidak boleh memberi perusahaan pertambangan batubara "izin untuk meracuni" lingkungan dan masyarakat Kalimantan Selatan.

Organisasi itu juga meminta otoritas pemerintahan terkait memantau dan melakukan investigasi mendalam terhadap perusahaan-perusahaan tambang batubara yang melanggar standard nasional, dan mencemari lingkungan.

"Penegakan hukum harus diperketat, sanksi harus dipertegas, dan celah-celah regulasi harus ditutup," demikian Greenpeace.

Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014